KAMBING POTE AROSBAYA
SI “URANIUM”
KABUPATEN BANGKALAN
YANG
PERLU SEGERA DIKELOLA
Oleh
Abdurrahman Arraushany*
“Bangkalan menyimpan potensi daerah untuk pengembangan usaha dan
bisnis peternakan. Selain Sapi Madura, Ayam Gaok, dan Itik Debung, Kambing Pote
Arosbaya juga memiliki potensi yang tak kalah menggiurkan yang bisa digunakan sebagai
sarana peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran penduduk. Sayangnya, pengelolaan kambing yang memiliki ciri warna bulu putih bersih tanpa bercak dengan bulu
rewos lebat dan panjang di pangkal paha pada jantan dan betinanya, janggut panjang
pada jantan, dan tanduk panjang pada jantan serta relatif pendek pada betinanya ini belum optimal.”
Posisi Bangkalan yang sangat
strategis karena dekat dengan Kota Surabaya tidak menjadi jaminan penduduknya
hidup sejahtera dan makmur. Pasca pembangunan Jembatan Nasional Suramadu
kondisinya pun juga tidak banyak
berubah. Pengangguran di Bangkalan masih termasuk tinggi, tercatat lebih
dari 1.184 orang usia produktif masih menanggur (Dinsosnakertrans, 2013). Para pengangguran ini tentu berkorelasi
positif terhadap angka kemiskinan penduduk. Tercatat pada Tahun 2015 angka kemiskinan di Bangkalan
mencapai 23,14% dari jumlah penduduk dan menempatkan Bangkalan sebagai
kabupaten termiskin kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Sampang.
Bagaimana dengan angka kematian
anak usia dini dan kasus gizi buruk? Meskipun angka kematian ibu di kabupaten paling barat dari Pulau Madura ini saat
melahirkan tergolong rendah, namun angka kematian anak usia dininya termasuk tinggi. Kelaparan dan kasus gizi buruk juga masih terjadi di banyak wilayah
di kabupaten yang namanya berasal dari kata Bangkah
dan La’an (artinya mati sudah) yang kata
tersebut diambil dari kematian Ki Lesap, pemberontak sakti di Madura bagian
Barat.
Setiap masalah, pasti ada
solusinya. Lalu, mungkinkah permasalahan yang dihadapi penduduk Bangkalan akan
selesai dengan didirikannya pusat-pusat kegiatan ekonomi termasuk menggencarkan
usaha dan bisnis peternakan? Jika iya, komoditas ternak apa yang potensial
untuk dikembangkan di Bangkalan? Apakah
usaha dan bisnis peternakan kambing bisa dijadikan starting point menuju kebangkitan ekonomi Bangkalan yang
berimplikasi pada tingkat kesejahteraan dan kemakmuran penduduk?
KOMODITAS
PETERNAKAN YANG POTENSIAL DI BANGKALAN
Pembangunan peternakan secara
khusus dan pertanian secara umum di wilayah Kabupaten Bangkalan perlu terus
digenjot. Hal ini mengingat posisi
Bangkalan jauh lebih strategis jika dibanding 3 kabupaten lainnya di Pulau
Madura. Yakni sangat dekat dengan ‘pasar’ yang menganga di Kota Surabaya dan
kota lain di sekitarnya.
Saat ini telah dilakukan
identifikasi dan pemetaan (mapping)
potensi Kabupaten Bangkalan di bidang usaha dan bisnis peternakan. Komoditas yang paling diminati berdasarkan
populasi dan jenis ternak adalah sapi, kambing, domba, kerbau dan sapi perah (golongan
ruminansia), kuda (golongan pseudo ruminansia), dan unggas seperti ayam buras,
ayam pedaging, entok, itik, ayam petelur, merpati, dll (golongan non
ruminansia). Data lengkap lihat Tabel 1.
Tabel 1. Populasi
ternak di Kabupaten Bangkalan (2012-2015)
No
|
Jenis
Ternak
|
Tahun 2012
|
Tahun 2013
|
Tahun 2014
|
Tahun 2015
|
|
1
|
Sapi
Potong
|
205.157
|
186.027
|
191.245
|
197.675
|
|
2
|
Sapi
Perah
|
24
|
24
|
20
|
21
|
|
3
|
Kerbau
|
1.417
|
1.460
|
1.400
|
1.352
|
|
4
|
Kambing
|
79.733
|
70.405
|
70.990
|
72.225
|
|
5
|
Domba
|
4.934
|
3.901
|
3.002
|
1.992
|
|
6
|
Babi
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
7
|
Kuda
|
642
|
633
|
621
|
621
|
|
8
|
Ayam
Buras
|
959.714
|
955.309
|
970.196
|
990.545
|
|
9
|
Ayam
Petelur
|
21.271
|
21.217
|
100.963
|
100.909
|
|
10
|
Ayam
Pedaging
|
77.061
|
17.261
|
736.000
|
758.000
|
|
11
|
Itik
|
33.677
|
48.306
|
54.045
|
59.738
|
|
12
|
Entok
|
38.834
|
35.898
|
37.700
|
38.811
|
|
13
|
Kelinci
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
14
|
Burung
Dara
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
15
|
Burung
Puyuh
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Dari Tabel 1 di atas menunjukkan
bahwa populasi kambing di Bangkalan menempati urutan kedua terbanyak pada
golongan hewan ruminansia pilihan masyarakat. Populasi kambing jauh lebih
banyak dibanding domba walaupun sama-sama termasuk golongan ruminansia kecil.
Bisa jadi ini menjadi signal positif bahwa peternak di Bangkalan memang lebih
‘fanatik’ memelihara kambing dibanding domba.
Jenis kambing apa yang ada di
Bangkalan? Diperkirakan dari jumlah 70 ribuan ekor kambing yang ada di
Bangkalan lebih dari 85%-nya didominasi jenis Kambing Pote Arosbaya. Sedangkan
sisanya terdiri dari Kambing PE (Peranakan Ettawa) dan Kambing Kacang. Dan sekitar dua
tahun terakhir telah dilakukan upaya memasukkan kambing PE Senduro oleh beberapa
peternak kambing untuk meningkatkan mutu genetik kambing asli/lokal yang ada di
Bangkalan, terutama untuk meningkatkan produksi susu.
Ternak kambing, termasuk Kambing Pote Arosbaya, merupakan ternak multipurpose
(beragam tujuan). Sebagai hewan mamalia, selain bisa memproduksi susu dan
daging, ternak kambing juga dimanfaatkan untuk memproduksi kohe (kotoran hewan)
sebagai penghasil popuk organik padat dan cair. Kulit dan rambut juga bisa
dimanfaatkan untuk tas, sabuk, dompet, topi, boneka, permadani, dan lukisan.
Kambing juga berfungsi sebagai rojokoyo sekaligus tabungan yang bisa diuangkan
ketika peternak membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup.
Bahkan kambing ini juga dimanfaatkan sebagai ajang hiburan berupa ‘kerapan
kambing’ dan juga ‘kambing pedati’ yang bisa dinaiki anak-anak yang memberi kesan
tersendiri dalam suatu moment liburan. Semua itu berkaitan dengan nilai
material yang bisa diperoleh oleh sang peternak kambing.
Selain nilai materi, ada juga nilai
kemanusiaan (membantu masyarakat untuk hidup sehat), ada nilai akhlaq yang baik
(internalisasi nilai-nilai budi pekerti yang baik seperti jujur, disiplin,
tanggungjawab, bersih rapi, semangat, kerjasama, keteladan, maju, pantang
menyerah, dan yang lainnya) dan nilai ketuhanan (mengejar pahala dan sebagai
sarana agar ibadah kaum Muslim bisa terlaksana dengan baik) yang bisa
didapatkan oleh peternak. Menjadi lucu dan
menggelikan ketika umat Islam hendak melangsungkan walimahan pernikahan,
aqiqahan, tasyakuran, berqurban, membayar zakat mal, membayar dam, dan yang
lainnya dan kemudian membutuhkan kambing dan atau domba tapi kambing dan atau
dombanya langka atau tidak ada di pasaran. Masa iya kita mengandalkan dari
‘belaskasihan’ peternak kambing dan domba di luar negeri?
MENELUSUR
JEJAK MOYANG KAMBING POTE AROSBAYA
Performans Kambing Pote Arosbaya
- di sebagian wilayah Bangkalan juga disebut Kambing Etsen - sekilas mirip
dengan jenis Kambing Bligon atau Kambing
Jawarandu di Kabupaten Tuban- Jawa Timur
dan sebagian besar wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Dugaan sementara, kambing ini merupakan hasil kawin
silang antara Kambing Peranakan Ettawa (PE) dengan Kambing asli/lokal Bangkalan
(alias Kambing Kacang) yang performans nya lebih mendekati ke arah Kambing
Kacang. Kemudian atas rasa suka peternak terhadap ‘warna putih’ yang diyakini bermakna
“bersih dan suci,” maka peternak melakukan seleksi atasnya. Kambing warna putih
kemudian dipertahankan, sedangkan warna lainnya dikeluarkan dari populasi. Maka
terbentuklah warna Kambing Pote Arosbaya 100% putih.
Jika kita amati lebih detail, ternyata
Kambing Pote Arosbaya ini memiliki sifat kualitatif yang berbeda dengan Kambing
Bligon di daerah lain. Pada kambing jantan
bisa dipastikan memiliki jenggot panjang seperti pejantan Kambing Kacang.
Sedangkan pada betinanya tidak ada jenggot. Kemudian pada kedua jenis kelamin, terdapat
tanduk. Bedanya pada jantan tanduknya lebih panjang dan bentuknya pipih (bukan
bulat), Sedangkan tanduk pada betinanya relatif pendek.
Adakah ciri lain? Kambing Pote
Arosbaya memiliki postur tubuh ‘tipe perah’ dengan ambing cukup besar
menyerupai ambing domba perah. Namun hingga saat ini kambing jenis ini hampir
belum sama sekali dimanfaatkan sebagai pabrik penghasil susu yang menjadi minuman
bergizi bagi masyarakat Madura wabil khusus masyarakat Bangkalan.
Sifat kualitatif yang lain adalah
bahwa telinga Kambing Pote Arosbaya ini jatuh tapi melebar bukan melipat
sebagaimana Kambing PE. Selain itu mukanya lurus seperti muka Kambing Kacang
bukan cembung seperti Kambing PE.
Bagaimana dengan sifat
kuantitatifnya? Untuk ukuran tubuh (panjang badan [TP], tinggi pundak [TP] dan
lingkar dada [LD]) dan bobot badan (BB) hampir tidak jauh beda dengan Kambing
Bligon di Kabupaten Tuban Jawa Timur, yakni berada di antara ukuran Kambing PE
dan Kambing Kacang. Untuk BB-nya sebesar 25-40 kg (jantan) dan 20-35 kg
(betina) pada umur dewasa. Ciri lainnya
adalah bahwa tubuh betina dewasa agak membulat tidak seperti Kambing Kacang dan
Kambing PE yang cenderung pipih.
Bagaimana penyebaran kambing ini?
Saat ini Kambing Pote Arosbaya telah menyebar hampir meliputi seluruh kecamatan di
wilayah Kabupaten Bangkalan (seperti Arosbaya, Klampis, Modung, Kokop,
Tanjungbumi, Galis, Sepulu, Tanahmerah, dll), beberapa kecamatan wilayah Utara
Kabupaten Sampang (Robatal, Sokobanah, dan Ketapang) dan wilayah Barat
Kabupaten Sumenep (Bluto, Saronggi, dan Lenteng). Untuk di Kabupaten Pamekasan,
bisa dijumpai di kecamatan Kota Pamekasan dan Kecamatan Proppo yang dekat
dengan Pasar Hewan 17 Pamekasan.
Benarkah Kambing Pote Arosbaya
merupakan kambing asli/lokal Bangkalan? Atau kambing ini berasal dari luar
negeri dan sudah puluhan bahkan ratusan tahun beradaptasi dengan lingkungan
Bangkalan? Mengapa ia ada di wilayah ini?
Kelebihan dan keunggulan apa yang dimiliki sehingga mampu berkembangbiak? Apakah
memiliki kekurangan dan faktor pembatas? Jika kambing ini hasil persilangan,
bagaimana proses terbentuknya? Siapa yang membawa tetuanya? Sejak kapan ada di
wilayah ini? Dan banyak lagi pertanyaan yang perlu dibuktikan dengan penelitian
dan kajian.
Hingga hari ini sangat sulit bagi
kita untuk mendapatkan informasi lengkap dan mendetail berkaitan dengan jenis
kambing ini karena belum ada penelitian dan kajian serta publikasi atasnya. Di
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur maupun di Dinas Peternakan Kabupaten
Bangkalan informasi kambing jenis ini bisa dikatakan belum ada. Oleh karena itu,
perlu dilakukan dengan segera penelitian dan kajian menyeluruh dan mendalam
sehingga kambing ini bisa ditingkatkan populasinya, didongkrak produksi,
reproduksi dan produktivitasnya untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran
peternak yang memiliharanya.
Dalam satu kesempatan belum lama
ini, kami mencoba menggali informasi dari peternak yang memelihara Kambing Pote
ini di Kab.Bangkalan (Kecamatan Arosbaya, Galis, Modung dan Klampis) dan
peternak di Kecamatan Robatal Kab.Sampang. Hasilnya bisa dipastikan bahwa
kambing ini awalnya memang banyak dibudidaya peternak kambing di Kecamatan
Arosbaya Kabupaten Bangkalan. Kemudian
menyebar di beberapa wilayah di Pulau Madura. Keterangan ini sebagaimana
disampaikan oleh H.Mohammad Natsir, Ketua Pokmas Andalan yang berdomisili di
Desa Separah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, “Setau saya dari informasi Abah
dan Kakek saya yang keturunan Arab, bahwa kambing ini dulunya banyak dipelihara
peternak di komunitas Arab yang ada di Kecamatan Arosbaya. Kami terbiasa meminum susu kambing sebagaimana
kebiasaan Rasulullah, Sahabat, dan orang-orang Islam di masa lalu. Kambing ini
walaupun produksi susunya sedikit tetapi tetap kami perah untuk diambil
susunya. Kami sengaja memilih
kambing-kambing berwarna putih untuk kami pelihara karena ada anggapan bahwa
putih itu bersih. Bagi komunitas kami, rasanya belum sreg kalao dalam pelaksanaan walimahan, perayaan, tasyakuran,
qurban dan aqiqah tidak menyembelih kambing putih ini.”
Dari apa yang disampaikan Haji
Natsir di atas bisa diambil kesimpulan bahwa sejarah Kambing Pote Arosbaya
berkaitan erat dengan keberadaan orang-orang Arab di wilayah Arosbaya. Siapa
mereka? Tak lain dan tak bukan adalah dai yang menyeru kepada Islam, menyuruh
kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.
Jika ditelusur
sejarah berkaitan proses Islamisasi Madura maka kita akan mendapatkan benang
merahnya. Bahwa masuknya orang-orang Islam dari Jazirah Arab ke Nusantara sejak abad 7 hingga abad 15 M
untuk melakukan islamisasi Nusantara, termasuk Islamisasi Madura, merupakan
aktifitas futuhat (pembebasan) umat
Islam di negeri-negeri lain di penjuru dunia. Aktifitas ini dilakukan karena
dakwah dan jihad merupakan politik luar negeri Negara Khilafah Islam sehingga
umat manusia kembali mentauhidkan Allah swt.
Dari Jazirah Arab
dakwah dan jihad Islam menyebar ke berbagai penjuru dunia. China Barat
(Turkmenistan Timur dan Xinxiang yang didiami suku Uighur) dan India lebih dulu
dibebaskan dibandingkan wilayah Nusantara.
Perjalanan laut jauh lebih aman dibanding perjalanan darat. Apa yang
kemudian kita bayangkan ketika berbulan-bulan melakukan perjalanan di laut
dengan menggunakan kapal besar? Logistic seperti apa yang kemudian digunakan
untuk mencukupi kebutuhan pangan para mujahidin selama di kapal? Maka teknologi
maju terkait pengawetan pangan (tepung, dendeng daging, kacang-kacangan, dll)
dan pakan (dalam bentuk hay atau rumput kering) saat itu menunjukkan bahwa
membawa ternak ruminansia hidup di dalam kapal adalah sesuatu yang biasa. Selama di perjalanan, hewan ternak disembelih
untuk mendapatkan daging segar. Dan sangat mungkin domba, kambing, dan sapi
dari Jazirah Arab yang tersisa di kapal kemudian ‘diturunkan’ untuk dihadiahkan
kepada penguasa setempat di tempat mendaratnya kapal atau kambing atau ternak tersebut terlepas saat mendarat dan tidak tertangkap kembali.
Hal ini menjadi cikal bakal penyebaran berbagai jenis hewan di muka bumi dan
memperkaya keanekaragaman hewan ternak dan tumbuhan di suatu wilayah.
Bagaimana sejarah
masuknya Islam ke Madura, terutama ke Bangkalan? Berikut kami kutipkan apa yang
ditulis Akhmad Roffi Dimyati,MA dalam artikel Melacak Sejarah Awal Islam Di Madura. Di
dalam tulisan tersebut beliau menyampaikan bahwa,“Sementara
itu, teori kerajaan lainnya adalah di Madura bagian Barat. Menurut beberapa
sumber, Prabu Brawijaya ke V, yakni Prabu Kertabumi, yaitu Raja Majapahit yang
memerintah antara tahun 1468–1478 M telah memeluk Islam. Dari permaisurinya
yang bernama Ratu Dworowati dikarunia putra bernama Raden Ario Lembu Petteng.
Ario Lembu Petteng kemudian menjadi Kamituo di Madegan Sampang. Sementara di
lain cerita, putra Prabu Kertabumi lainnya bernama Ario Damar (menjadi adipati
di Palembang) mempunyai putra Raden Ario Menak Senoyo. Ario Menak Senoyo
kemudian meninggalkan Palembang dan menetap di Madura, tepatnya di Parupuh
(sekarang Proppo).
Kisah
Madura bagian Barat ini bermula dari kisah mereka berdua. Mereka masih setia
dengan agama primitifnya, yaitu Hindu. Sebagai bukti, di sana terdapat
puing-puing candi yang gagal dibangun. Orang menyebutnya Candi Burung (“burung”
dalam bahasa Madura bermakna gagal).
Ario Lembu
Petteng sudah mulai tertarik dengan agama baru yang waktu demi waktu tambah
ramai dianut orang, utamanya di lingkungan bangsawan Majapahit. Lalu kemudian
ia memeluk Islam pada tahun 1478 M setelah menjadi santri dari Sunan Ampel.
Sebelumnya ia hanya mengutus bawahannya untuk belajar Islam ke Sunan Ampel.
Namun ternyata anak buahnya itu sudah keduluan masuk Islam. Tidak mau
ketinggalan, ia kemudian berangkat sendiri ke Ampel Delta dan nyantri kepada
Sunan Ampel. Akhirnya ia memeluk Islam dan tidak sempat pulang lagi ke Sampang
karena keburu meninggal dan dimakamkan di Ampel.
Namun,
menurut cerita lain, di masanya ia menetap di Sampang inilah Sunan Giri
mengutus Syekh Syarif, yang juga dikenal dengan Khalifa Husein, untuk
membantunya untuk merangkul para pengikut baru di pulau Madura.
Lembu
Petteng meninggalkan dua putra dan satu putri. Mereka adalah Raden Ario Manger,
Raden Ario Mengo dan Retno Dewi. Lalu kemudian Raden Ario Manger menggantikan
bapaknya sebagai Kamituo di Madegan Sampang. Ia mempunyai tiga orang putra,
yaitu Kyai Ario Langgar, Kyai Ario Panengah, Kyai Ario Pratikel. Namun, tidak
semua keturunan Lembu Petteng memeluk Islam. Tercatat Ario Mengo tetap menganut
Budha dan oleh karenanya masyarakatnya masih kuat menganut agama ini. Ario
Mengo lah yang membuka hutan di sebelah timur dari kerajaan bapaknya, yaitu di
daerah Pamelingan (sekarang Pamekasan). Dialah yang memerintah pertama kali di
sana dengan gelar Kyai Wonorono di mana tempat keratonnya berada di daerah
Lawangan Daya sekarang.
Dua
keturunan Prabu Kertabumi Barawijaya V ini kemudian menjadi satu kembali pada
perkawinan antara Raden Ario Pojok dari garis keturunan Raden Ario Damar dengan
Nyai Budho dari garis keturunan Raden Ario Lembu Petteng. Dari perkawinannya
ini dikarunia lima anak yang salah satunya adalah bernama Kyai Demang yang
kemudian memimpin Plakaran Arosbaya, Bangkalan. Kyai Demang kawin dengan Nyi
Sumekar mendirikan Kraton di kota Anyar. Dari perkawinannya itu kemudian mereka
dikarunia lima orang putra, yaitu: (1) Kyai Adipati Pramono di Madegan Sampang;
(2) Kyai Pratolo disebut juga Pangeran Parambusan; (3) Kyai Pratali atau
disebut juga Pangeran Pesapen; (4) Pangeran Paningkan disebut juga dengan nama
Pangeran Suka Sudo; dan (5) Kyai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama
Pangeran Plakaran karena bertahta di Plakaran.
Menurut
catatan sejarah, penguasa Plakaran ini masih enggan memeluk Islam, walaupun
Islam sudah menjadi buah bibir sebagian besar masyarakatnya, termasuk putranya
sendiri Raden Pratanu. Namun demikian, ia tidak melarang putranya belajar ilmu
Islam kepada Sunan Kudus. Oleh karena itu, agama Islam masih menemukan
rintangan berkembang di Madura bagian Barat ini karena keengganan Raden
Pragalbo untuk memeluk Islam. Di penghujung usianya, Raden Pratanu membujuk
bapaknya agar mengucapkan dua kalimat syahadat. Saat itulah Raden Pragalbo
wafat setelah Beberapa saat sebelumnya menganggukkan kepala tanda setuju dengan
bimbingan anaknya. Mengangguk dalam bahasa Madura disebut onggu’. Sejak itulah,
menurut legenda ini, Raden Pragalbo kemudian lebih dikenal dengan Pengeran
Islam Onggu’.
Panembahan
Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur ini adalah pendiri kerajaan kecil yang
berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara.
Diperkirakan, Panembahan Pratanu dinobatkan sebagai raja pada tahun 1531 setelah
ayahnya, Raja Pragalbo, meninggal dunia.
Sebagaimana
disebutkan di atas, walaupun sang Bapak masih enggan masuk Islam, namun ketika
Pratanu masih dalam masa mudanya ia pernah bermimpi didatangi orang yang
memintanya agar memeluk agama Islam. Mimpinya disampaikannya kepada sang ayah,
lalu sang ayah mengirim Patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus.
Tidak tanggung-tanggung, sang Patih belajar Islam sungguh-sungguh sampai
akhirnya memeluk agama ini dan kembali ke Arosbaya. Dari dialah Pratanu mengenal
Islam dan iapun masuk Islam. Diperkirakan, setelah keislaman sang pangeran, ia
bersama Empu Bageno kemudian menyebarkan agama baru itu ke seluruh warga
Arosbaya. Dilihat dari masanya, di mana ia diperkirakan lahir tahun 1531 dan
meninggal tahun 1592, Panembahan Pratanu termasuk raja pertama di Madura Barat
ini yang masuk Islam dan menyebarkannya.”
Jadi apa kesimpulannya? Disimpulkan bahwa proses Islamisasi masyarakat Madura yang dilakukan oleh para dai dari Negara Khilafah Islam ke Madura dengan dukungan murid-murid Walisongo sekitar abad 14 M atau abad 16 M terbukti membawa berkah bagi masyarakat Madura. Yakni 'bekas jejak' aktivitas dakwah mereka masih bisa dirasakan sampai sekarang dengan adanya kekayaan SDGH di Kepulauan Madura. Kambing Pote Arosbaya satu di antaranya.
AGAR
KAMBING POTE AROSBAYA OPTIMAL DALAM PENGELOLAAN
Dikarenakan penyebaran kambing
Pote ini lintas kabupaten, maka yang perlu untuk mengambil langkah kongkit
dalam pengelolaan SDGH Kambing Pote Bangkalan adalah Dinas Peternakan Provinsi
Jawa Timur cq Bidang Budidaya Pengembangan Ternak dan Hewan Lainnya atau cq UPT Pembibitan Ternak da Kesehatan Hewan Madura. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur harus menggandengan dinas peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan di 4 kabupaten di Pulau Madura.
Bagaimana agar pengelolaan
kambing ini optimal? Pertama, segera dilakukan pendataan dan membuat database
peternak, jumlah ternak, dan struktur populasi ternak. Kedua, mengusulkan untuk
penetapan SDGH Kambing Pote Arosbaya agar menjadi SDGH milik Jawa Timur. Ketiga,
membuat demoplot baik di UPT milik provinsi maupun UPT kabupaten sebagai sarana
pembelajaran untuk masyarakat, khususnya di dalam upaya meningkatkan kecerdasan skolastik peternak dalam dunia perkambingan (pakan, pembibitan, tatalaksana pengelolaan, dll). Keempat,
mengorganisir pelaku peternakan kambing untuk maju bersama meraih kesejahteraan dan kemakmuran.
Semoga dengan upaya mengelola Kambing Pote Arosbaya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, insyaallah kesejahteraan dan kemakmuran penduduk yang diidam-idamkan bisa segera terwujud.
Terakhir, perlu diinfokan bahwa kata 'pote' di masyarakat Madura bermakna putih. Jadi Kambing Pote Arosbaya Bangkalan ini jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Kambing Putih Arosbaya Bangkalan.
Kambing Pote Arosbaya yang ada di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan
Kambing Pote Arosbaya yang ada di Kecamatan Robatal Kab.Sampang
Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Galis Kab.Bangkalan
Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Arosbaya Kab.Bangkalan
Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Bluto Kab.Sumenep
=====
*Abdurrahman Arraushany merupakan nama pena dari: Abdul
Rohman, SPt, Pengawas Bibit Ternak Ahli Di UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan
Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Mantab infox..👍 trims
BalasHapusterimakasih mas bos.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusMantap pak bosss kambingnya...
BalasHapusReban Raya Farm
Syarat Kambing Aqiqah
Bandar Judi Online Deposit Bank BJB 24 Jam | Bvgaming
BalasHapusSediakan metode Deposit Bank BJB & withdraw menggunakan semua jenis rekening bank di Indonesia. Via e-Money, Pulsa.
Promo Spesial :
• Promo 100% Setiap Hari (Khsusus Sabung Ayam Live)
• Promo Deposit Bank BJB Pertama 15%
• Promo Referral s/d 12% Seumur Hidup
• Promo Cashback Mingguan 5% - 10%
• Promo Rollingan Mingguan 1%
Pendaftaran & Info Selengkapnya Hubungi Kontak WA Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :
» Nomor WhatsApp : 0812–2222–995
Link Pendaftaran : https://bit.ly/regisbvgaming
Situs Alternatif :
» https://bit.ly/3cov4Vd
» https://bit.ly/3bBv19y
» https://bit.ly/3bBv2dC