Kamis, 23 November 2017

BERDAYA DI NEGERI SENDIRI: ACTION DI PERBENIHAN DAN PERBIBITAN PANGAN



JALAN LAIN MENUJU KEMANDIRIAN
BENIH DAN BIBIT TANAMAN DAN TERNAK
DI INDONESIA
Oleh Abdurahman Arraushany*

Pangan merupakan hak dan kewajiban asasi manusia. Dengan mengkonsumsi pangan maka kebutuhan jasmani tubuh terpenuhi. Kaya dan miskin, tua dan muda, di perkotaan dan di perdesaan semua orang membutuhkan pangan, entah mereka bisa membelinya atau tidak.

Hari ini banyak kasus yang terjadi di negeri ini atau di belahan dunia lainnya terkait dengan pangan. Di satu sisi ada yang mengalami obesitas karena kelebihan pangan. Mereka juga dengan enteng membuang makanan mereka, entah dengan alasan kurang suka dengan makanan yang disajikan, rasa yang kurang enak di lidah atau gagal dalam mengolah makanan. Sedangkan di sisi lain, ternyata banyak juga yang menderita kurang gizi dan malnutrisi akibat kekurangan pangan dan nutrisi, dampak dari kurangnya kesadaran dan pemahaman akan arti penting suatu pangan, keterbatasan ekonomi dan rendahnya produksi pangan di negeri mereka.

Dulu manusia bisa mencari pangan di alam (hutan, pematang sawah, sungai dan pinggir jalan). Seiring bertambahnya jumlah manusia di bumi (saat ini diperkirakan lebih dari 8 miliar jiwa) maka manusia dituntut untuk memproduksi secara intensif dengan melakukan budidaya. Apa yang kita perlukan untuk memproduksi pangan demi mencukupi kebutuhan penduduk di negeri ini? Untuk menerjuni usaha dan bisnis pangan (perkebunan, pertanian dan peternakan) khususnya di sektor budidaya (on farm) kita memerlukan 5 (plus 2) faktor yang kemudian dikenal dengan istilah panca dan atau sapta usaha tani/ternak. Satu di antaranya yakni ketersediaan benih dan bibit unggul tanaman dan ternak.

Kondisi Perbenihan dan Perbibitan Tanaman dan Ternak di Indonesia

Sebelum Tahun 2000-an, penduduk di kampung kami terbiasa menanam aneka tanaman pangan di sawah dan ladang mereka (multiple croping) dalam satu hamparan. Hampir tidak pernah dijumpai mereka mengusahakan satu jenis tanaman (monokultur) saja di lahan budidaya mereka. Tanpa disadari, teknik multiple cropping inilah di kemudian hari disosialisasikan oleh Barat sebagai solusi untuk memutus rantai penyakit dan hama suatu tanaman.

Di sawah dan ladang yang dikelola penduduk, mereka menanam tanaman pangan sumber karbohidrat (seperti padi, jagung, sorghum, ubi jalar, ubi kayu, talas dan ganyong). Di pematang lahan mereka menanam sayuran (jenis buah dan dedaunan seperti kacang panjang, terong, bayam dan kangkung). Sedangkan di pagar pembatas lahan antar warga - sekaligus berfungsi sebagai tanaman peneduh - mereka menanam buah seperti pisang, pepaya, mangga, rambutan, kelapa, dll. 

Mengapa penduduk di kampung saya memilih menanam dan beternak sendiri secara mandiri? Mereka sadar bahwa hanya dengan memproduksi pangan sendiri secara mandirilah mereka bisa menghasilkan pangan yang dibutuhkan diri dan keluarga mereka dengan jaminan ‘halalan thayyiban’. Jika ada kelebihan produksi, mereka bisa menjualnya untuk mendapatkan harta kekayaan yang menjadi perhiasan dunia. Atau memberinya secara gratis (berupa zakat, infaq dan shodaqah) kepada orang lain sebagai amal sholih yang akan mendatangkan pahala sebagai bekal untuk kembali ke kampung halaman di akhirat.

Allah swt berfirman:
QS.Al-Baqarah [2]: 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dari manakah mereka mendapatkan benih dan bibit tanaman dan ternak untuk dibudidayakan? Apakah mereka membelinya setiap kali musim tanam? Apakah mereka membelinya setiap akan beternak? Ternyata tidak. Mereka mendapatkan benih dan bibit tanaman mereka dari hasil produksi di lahan dan kandang mereka sendiri.

Kakek saya, sebagai contoh, meskipun tidak pernah mengenyam bangku sekolahan, tapi ternyata sudah terbiasa dengan proses seleksi untuk menghasilkan benih dan bibit unggul tanaman pangan dan hewan ternak. Ilmu tersebut didapat secara turun temurun.

Saat saya membantu memetik cabe, saya dilarang untuk memetik buah dari pohon yang diberi tanda. Pohon cabe terlarang tersebut jika saya bandingkan dengan pohon cabe lainnya memang buahnya lebih melimpah. Dari 1.000 pohon cabe, seingat saya beliau menyisakan sekitar 50 pohon saja yang tidak dipanen bersama yang lain. Beliau memanennya dan memisahkannya dengan cabe dari pohon lain. Saat saya tanya, “Kenapa dibiarkan, Mbah?” maka beliau menjawab, “Itu untuk dijadikan bibit, Le.”

Saat panen padi dan sorghum juga begitu. Kakek saya dan orang-orang sepuh di kampung kami memilih padi dan sorghum unggul (ditandai dengan buah yang penuh berisi dan dengan biji berlimpah pada tangkainya) untuk disimpan. Teknologi penyimpanannya pun sudah sangat maju. Mereka menyimpan padi dan sorghum dengan cara dibiarkan ditangkainya. Kemudian menempatkan biji padi dan sorghum di dapur yang dalam proses memasaknya menggunakan kayu bakar.

Hal yang sama juga pada jagung. Buah jagung unggul (yang ditandai dengan biji utuh, besar, dengan biji rapat dan berlimpah) dipilih. Kemudian klobot luarnya dibuka (tapi tetap menempel pada buah jagung). Dengan kelobot penutup jagung itulah buah jagung satu sama lain disatukan dalam satu ikatan. Tempat penyimpanannya bisa di dapur atau di atas ruang tamu dengan menggunakan kayu yang ditempatkan melintang.

Dengan teknologi perbenihan tersebut, benih dan bibit tanaman pangan bisa disimpan lama dengan kualitas yang tetap terjaga. Mereka tidak memipil jagung atau merontokkan padi dan sorghum dari tangkainya.

Bagaimana dengan bibit dan benih ternak? Kakek saya pernah membeli ayam kampung di pasar kecamatan dengan menyertakan saya. Kala itu saya amati bahwa saat membeli ayam dari para pengumpul kakek saya memilah-memilih ayam yang akan dibelinya. Apa kriterianya? Ayam yang dipilih adalah ayam dengan bulu bersih dan mengkilat. Kakek juga memerhatikan warna dan bentuk shank, garis punggung, bentuk dan besar kepala, kondisi kloaka, dan juga jarak antar ostium pubis (tulang di kanan kiri kloaka, yang dipilih ukurannya minimal 2 jari orang dewasa) dan jarak antar os.pubis dengan tulang dada (artinya lebar perut, yang dipilih minimal 3 jari orang dewasa).

Rasa penasaran saya membuncah. Lalu saya tanya, “Kenapa perlu memenuhi ayam dengan kriteria itu, Mbah?” Beliau menjawab, “Jumlah telur (Baca: Performa) dari ayam-ayam ini nantinya sangat dipengaruhi oleh kualitas babon (baca: genetik) yang kita beli. Jika babonnya dipilih dengan kriteria tersebut, insyaallah dengan lingkungan (baca: environment) yang mendukung maka potensinya akan muncul. Telur yang dihasilkannya akan banyak.”

Karena ayam kampung yang dibeli masuk masa pre layer (sekitar umur 16-24 minggu), maka biasanya dalam waktu 1-3 minggu pasca pembelian ayam-ayam tersebut sudah mulai bertelur. Ayam-ayam yang produksi telurnya tinggi (di atas rata-rata populasi) kemudian diputuskan untuk dipertahankan. Hasil telurnya kemudian ditetaskan. Setelah menetas Day Old Chick (DOC) nya kemudian dipelihara sebagai calon induk baru. Anak-anak ayam periode pertama yang sudah memasuki masa bertelur (layer) kemudian dilakukan seleksi kembali berdasar jumlah telur yang dihasilkan. Dengan kriteria tetap. Proses seleksi ayam berdasar produksi telur tersebut terus berlanjut.   
Bagaimana dengan ayam dengan produksi telur di bawah rata-rata populasi? Telur dari ayam yang produksinya di bawah produksi rata-rata populasi diputuskan untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Hasil penjualan telur dibelikan pakan tambahan (dedak, tepung ikan, jagung dan konsentrat murni).

Dengan teknik ini alhamdulillah ayam kampung di rumah kami pernah mencapai jumlah ratusan ekor. Sayangnya ayam-ayam tersebut seringkali mati mendadak terutama di musim pancaroba. Di kemudian hari, saat saya belajar di Jurusan Produksi Ternak di Fakultas Peternakan di salah satu kampus negeri di Jawa Barat, jenis penyakit yang biasa menyerang unggas tersebut kami ketahui, yakni penyakit ND/NCD alias tetelo.  

Bagaimana dengan domba dan kambing? Keluarga kami di Tuban dulu juga pelihara belasan ekor domba dan kambing. Di malam hari kami menempatkan hewan ternak kami di dalam rumah (menyatu dengan dapur, bahkan tempat tidur). Ini memang kebiasaan masyarakat di kampung kami yang menyatukan ternak bersama pemiliknya. Meski kurang layak jika dipandang dari sisi medis baik ke ternak maupun pemiliknya setidaknya keamanan ternak dari pencurian sangat terjamin. Pun dengan makna ‘rojokoyo’ dan ‘koyorojo’ benar-benar mengejawantah.

Dari mana bibit domba dan kambing diperoleh? Bibit domba dan kambing yang kami pelihara awalnya dibeli dari pasar hewan terdekat dengan memerhatikan tampilan luar ternak. Setelah dipelihara beberapa bulan maka domba-kambing kamipun beranak pinak. Proses seleksi mulai berjalan. Seleksi pada domba-kambing dilakukan berdasar litter size (jumlah anak sekelahiran) dari tiap induk yang melahirkan. Biasanya yang beranak tunggal induk dan cempenya dijual, jika sudah layak jual. Sedangkan induk beserta cempe yang dilahirkan kembar dua maka akan dipertahankan oleh pemiliknya. Sayangnya, induk domba dan kambing yang beranak kembar lebih dari dua (misalnya 3, 4, 5 dan 6 ekor) justru malah kurang disukai peternak. Alasannya, produksi susu induk sangat kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan cempe yang dilahirkannya sehingga seringkali kondisi cempenya merana dan akhirnya mati. Selain itu beranak kembar lebih dari 3 ekor justru dianggap sangat merepotkan pemiliknya karena diperlukan tenaga dan perhatian ekstra baik ke induk maupun cempe yang dilahirkannya.      

Pertanyaannya adalah: Darimana kakek, ortu dan orang-orang sepuh di kampung kami mengetahui teknologi perbenihan dan perbibitan tanaman buah, tanaman pangan dan peternakan tersebut? Siapa yang mengajari mereka? Bukankah mereka tidak pernah kuliah? Bagaimana mungkin action mereka bisa sejalan dan sesuai dengan ilmu dan teknologi perbibitan yang diajarkan di perguruan tinggi formal?

Perlu diketahui bahwa desa kami terletak di perbatasan jawa Timur dan Jawa Tengah, yang masuk ke kawasan desa hutan jati. Satu-satunya tempat menimba ilmu adalah di Surau atau Langgar yang diempu oleh kyai kampung. Sehingga aktor yang barangkali bisa dijadikan kunci jawaban adalah bahwa orang-orang di kampung kami mendapatkan ilmu agama dan ilmu dunia (pertanian secara umum, perdagangan dan perindustrian) berasal dari kyai kampung tersebut.

Mari kita uji. Benarkah kyai dan ulama mengajarkan agama Islam juga mengajarkan teknologi ilmu pertanian (perkebunan, pertanian dan peternakan) dan perdagangan?

Jika kita baca sejarah maka teka teki tersebut akan terbuka. Syaikh Maulana Malik Ibrahim (atau dikenal dengan sebutan Sunan Gresik) adalah ulama “wali songo’ Islam sekaligus ahli pertanian yang dikirim Khalifah dari Negara Khilafah Islam yang berpusat di Turki untuk mendakwahkan Islam di Nusantara.

Tugas dai adalah berdakwah (menyeru kepada Islam, menyuruh kepada kemakrufan dan mencegah kemungkaran). Bagaimana cara dan sarananya? Tentu disesuaikan dengan kondisi setempat. Salah satu cara dan sarana yang dipilih Sunan Gresik saat itu salah satunya adalah dengan mengajarkan teknologi pertanian di masyarakat Gresik khususnya dan Jawa Timur umumnya. Juga hampir di seluruh nusantara.

Kenapa bisa begitu? Dari catatan sejarah terbukti bahwa pertanian di Negara Khilafah sudah sangat maju, yang ini jelas berbeda sekali dengan pertanian di Nusantara. Teknologi pertanian di Negara Khilafah Islam (seperti ditemukannya kincir angin, teknologi pengairan, teknologi pengolahan tanah, teknologi penyimpanan pangan yang tahan puluhan dan ratusan tahun dll) masih bertahan dan kita saksikan hingga hari ini. Di bidang tanaman pangan dan peternakan sudah dihasilkan produk unggul seperti gandum, kurma, anggur, kapas, tebu, Tulip, jeruk Seville (Andalusia), Tulip, Domba Merino dan banyak lagi lainnya. 


 Domba Merino, Karya Ilmuwan Muslim yang masih bertahan hingga hari ini 
 
Walisongo dalam dakwahnya menyampaikan kewajiban bagi manusia agar memakan makanan halal dan thayyib (aman, sehat dan utuh) agar manusia bisa beribadah dan tampil optimal menjadi khalifah (pemimpin, pengganti, pengelola, pengurus dan pemakmur) di bumi. Ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan ini seperti firman Allah swt berikut:

QS.Al-Baqarah [2]: 168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Dan juga Firman Allah swt:

QS.Al-Maidah [5]: 088. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Di samping itu, ada juga perintah agar manusia (terutama bagi orang-orang Mukmin-Muslim) agar melaksanakan ibadah baik wajib maupun sunnah muakkadah yang dalam pelaksanaannya membutuhkan buah-buahan, tanaman pangan dan hewan ternak (baik hidup maupun sudah disembelih).

Guru-guru kami pernah menyampaikan kaidah syara, “Jika suatu kewajiban tidak sempurna dilaksanakan dengan keberadaan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib adanya.” Dengan menggunakan kaidah ini maka keberadaan buah-buahan, tanaman pangan, dan ternak  untuk membayar zakat pertanian-peternakan, pelaksanaan penyembelihan qurban (butuh ternak hidup seperti domba, kambing, unta, dan sapi), pelaksanaan aqiqah (butuh domba dan kambing), walimahan (ada perintah melaksanakan walimah meski hanya dengan menyembelih seekor domba atau kambing), tasyakuran (membutuhkan telur dan daging ayam kampung, daging domba-kambing, daging sapi, dll), membayar dam (saat melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah haji) dan semacamnya, menjadi wajib adanya.          

Kedatangan Walisongo dan orang-orang Mukmin dari generasi sebelumnya ke Nusantara adalah untuk menyinari negeri ini dengan cahaya Islam. Dan tenyata dakwah ulama utusan Khalifah dari Negara Khilafah diterima dengan suka rela. Oleh sebab itu, dalam terminologi Islam tanah Nusantara adalah tanah usyriyah hingga hari Kiamat. Di mana status tanah ini berbeda dengan tanah kharajiyah.

Darimana Walisongo mendapatkan inspirasi sehingga mengajarkan teknologi pertanian ke penduduk negeri ini? Inspirasi tersebut berasal dari pedoman hidup orang-orang yang mengimani Allah swt dan Hari Kemudian: al-Quran dan hadits.

Ayat mana dari al-Quran yang mengajarkan teknologi penyimpanan benih? Silahkan renungi firman Allah swt berikut:

QS.Yusuf [12]: 046. (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." 047. Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.


 Bulir padi yang tetap dibiarkan ditangkainya 

Apa yang terjadi pada negeri ini setelah tahun 2000-an? Apa yang kami alami mungkin juga Anda rasakan. Semenjak Ideologi Sosialisme-Komunisme yang diusung Uni Sovyet hancur di Tahun 1990-an, maka Ideologi Kapitalisme-Sekularisme lah satu-satunya ideologi yang diemban oleh negara-negara di dunia. Semenjak Negara Khilafah Islam dengan Ideologi Islamnya diruntuhkan Tahun 1924 M sampai hari ini Kaum Muslimin-Mukminin belum berhasil mengembalikan Negara Ideal miliknya. Pun dengan Negara yang menerapkan Ideologi Sosialisme-Komunisme.

Barat dengan Ideologi Kapitalisme yang berasas Sekularisme (paham yang memisahkan agama dengan kehidupan) secara massif mengekspor sistem ekonomi liberal dan sistem pemerintahan demokrasi ke penjuru dunia. Dan menjadi sasaran empuk adalah negeri-negeri Muslim yang notabene sangat kaya dengan sumberdaya alam dengan jumlah penduduk yang luar biasa besar. Dengan SDA melimpah berharga murah bahkan gratis dan pangsa pasar yang besar dan gemuk tentu sangat menggiurkan jika negeri tersebut bisa dikuasai. Ekonomi liberal dan pemerintahan demokrasi merupakan dua sisi mata uang yang diekpor negara Adidaya Amerika Serikat ke negeri-negeri Muslim. Bahkan William Blum dalam bukunya berjudul Demokrasi, Ekspor Amerika Paling Mematikan, sangat jelas menggambarkan hal ini.

Dengan ekonomi liberal, hambatan masuk produk pangan dari luar negeri ke suatu negeri dihapus. Dengan penguasa yang menerapkan pemerintahan demokrasi maka langkah itu menjadi semakin mulus. Apa akibatnya? Penguasa di suatu negeri lebih memilih melakukan importasi pangan dengan beragam alasan dibanding meningkatkan produksi pangan di dalam negeri sendiri.  

Apa dampak lanjutan dari impor pangan? Jelas harga pangan dan produk olahannya hasil produksi di dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor. Sebab di dalam negeri pemerintah ‘dipaksa’ menghilangkan berbagai macam subsidi (bibit, pupuk, BBM, dll) sehingga cost produksi menjadi mahal. Di AS sekalipun hingga hari ini pemerintahnya masih memberikan subsidi dalam jumlah besar ke petani mereka. Wajar jika kemudian produk pangan mereka harganya bisa murah.

Jika pangan dan produk olahannya kalah bersaing dengan produk impor di pasar dalam negeri, apa yang kemudian terjadi? Yup, pekebun-petani-peternak jadi enggan berproduksi. Pukulan mematikan bagi peternak unggas Tahun 2002-2004 dan peternak sapi Tahun 2011 adalah contohnya.

Apa yang terjadi hari ini? Gejala terjadinya krisis pekebun-petani-peternak muda di negeri ini bukan isapan jempol belaka. Di media massa kita sangat mudah mendapat buktinya. Hanya di media massa? Jelas tidak. Hari ini di kampung-kampung sudah sulit dijumpai generasi muda yang mau menjadi pengusaha dan atau pekerja di bidang pertanian (baca: perkebunan, pertanian dan peternakan). Mereka lebih memilih menjadi kuli pabrik (menjadi employee) atau membuka usaha sendiri (menjadi self employee) di perantauan. Meski penghasilan tak seberapa yang penting mereka tidak bergumul dengan keringat, lumpur dan tletong.

Mengapa kondisi menyedihkan ini terjadi di negeri berpenduduk mayoritas Muslim? Sebabnya di antaranya:
1.      Banyak generasi muda Islam yang tidak paham dengan Islam. Mereka hanya memahami Islam sebatas ibadah mahdloh, ibadah ritual saja. Seolah Islam tidak sempurna, dan tidak boleh sempurna. Seakan Islam tidak memerhatikan pangan. Hingga akhirnya muncul generasi sekular, generasi yang memisahkan agama dengan kehidupan (termasuk di bidang pertanian). Ucapan khas mereka, “Kalau mau berkebun, bertani dan beternak jangan bawa-bawa agama, Mas!”
2.      Sedangkan generasi tuanya, yang kebanyakan memiliki pengalaman pahit di bidang pertanian, juga tak kalah menyurutkan generasi muda untuk menerjuni pertanian. Generasi tua sering memberi nasihat ‘bijak’ yang menyesatkan dengan mengucap, “Nak, kamu boleh jadi apapaun yang kamu impikan. Mau jadi dokter, polisi, pegawai negeri sipil, programer, pilot, pedagang, pengusaha, anggota DPR, menteri, bahkan presiden atau yang lainnya silahkan saja. Tapi....jangan pernah punya impian jadi petani (pekebun, petani, peternak). Jangan pernah bermimpi menjadi petani kayak bapak dan ibumu. Jadi petani itu soro.”

Apa yang akan terjadi ke depan jika kita tidak mau lagi menerjuni usaha yang memproduksi pangan? Akankah kita mau menggantungkan pangan yang kita butuhkan dipenuhi 100% dari impor? Bagaimana jika produsen pangan luar negeri dalam proses produksinya tidak memerhatikan kehalalan dan ke-thayyib-an, karena pada dasarnya mereka tidak peduli halal-haram? Apa yang akan terjadi jika kita terus menerus impor ternak untuk pelaksanaan ibadah-ibadah kita? Bagaimana jika mereka menghentikan ekspor pangan dan hasil olahannya kepada kita? Bagaimana jika mereka menghentikan ekspor ternak hidup dan produk olahannya kepada kita?

Barat yang tidak mengimani Allah dan Hari Kemudian terbukti telah merusak tanaman dan hewan ternak. Aneka benih Genetically Modified Organisms (GMO) telah diciptakan. Jagung, kedelai, semangka, melon dan yang lainnya. Dan kita suka dan bangga memakai benih-benih tersebut. Padahal itu merusak dan berbahaya bagi kita.  Juga tidak kalah mengerikan adalah karena benih tanaman tersebut bersifat Final Stock (seperti semangka tanpa biji) maka jika kita akan membeli lagi kepada mereka saat musim tanam tiba. Ketergantungan tercipta. Semakin tergantung, semakin matilah kita.

Padahal Allah swt telah mengingatkan kita 14 abad Islam. Allah swt berfirman:

QS.Al-baqarah [2]: 205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.

Penahkah ini terpikir oleh kita, Kawan?      
  
Jalan Lain Menuju Kemandirian Benih dan Bibit Tanaman dan Ternak

Sejak dulu upaya untuk menyediakan benih dan bibit unggul baik di tanaman buah, tanaman pangan dan peternakan sudah diupayakan masyarakat secara mandiri. Pemerintah pun senantiasa melakukan upaya tersebut dengan menggandeng perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Hanya saja hingga hari ini bisa dikatakan kita belum berhasil.

Di industri perunggasan ayam “bule” misalnya, sebagai industri peternakan paling maju dan berkembang di negeri ini, bisa kita jadikan contoh. Sampai hari ini Indonesia masih impor 100% Grand Parent Stock (GPS) dan sebagian Parent Stock (PS).

Bagaimana dengan nasib ayam kampung kita? Sudah kah dihasilkan strain ayam kampung unggul kelas dunia yang dikembangkan oleh ahli genetika Indonesia dari puluhan kampus peternakan dan dari peneliti di balai penelitan dan pengembangan ternak di negeri ini?

Kurma contoh lainnya. Tanaman ini banyak sekali manfaatnya bagi kesehatan dan kehidupan umat manusia. Dan Muslim Indonesia yang jumlahnya ratusan juta jiwa pasti mengkonsumsi buah ini, terutama di setiap Bulan Ramadlan. Pertanyaannya adalah: mengapa di negeri “yang tongkat kayu jadi tanaman” pohon kurma tidak ditanam besar-besaran?  Mengapa kita memilih mengimpor 100% buah ini jutaan ton setiap tahunnya dari negeri lain? Lebih tragis lagi justru ahli pertanian kita saling cekcok dan saling berbantah di antara mereka dengan mengatakan bahwa kurma tidak bisa berbuah di Indonesia yang tropis.  Hingga di suatu masa, akhirnya Malaysia dan Thailand yang sama-sama di negara tropis berhasil meneliti dan mengembangkan kurma tropis. Seketika itu terbelalaklah orang-orang Indonesia. Mereka kemudian berbondong-bondong berkunjung dan belajar ke Malaysia dan Thailand.     

Ayam adalah contoh produk peternakan. Kurma adalah contoh produk perkebunan tanaman buah.  Bagaimana dengan contoh produk tanaman pangan? Baik kami contohkan. Anda pernah makan mie instan? Jangan ngaku orang Indonesia kalau tidak pernah makan mie instan. Hehe.

Pernahkah Anda bertanya dari bahan apakah mie instan dibuat? Yup, dari gandum! Gandum? Ya, gandum yang tepungnya biasa disebut dengan terigu. Setiap tahun ternyata Indonesia impor gandum sebanyak 8 juta ton lebih dari luar negeri. Tidak kah gandum ditanam besar-besaran di Indonesia sehingga impor gandum bisa diminimalisir? Ternyata tidak.

Ya allah....apa yang salah dengan negeri kami.

Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Apakah kita akan berdiam diri menyaksikan kondisi buruk yang sedang menimpa kita? Ataukah kita akan mengambil peran menawarkan solusi?

Siapapun kita sebaiknya bergerak dan mengambil peran. Sekecil apapun itu. Dengan langkah kecil tersebut insyaallah akan berdampak besar jika dilakukan secara konsisten dan terarah.

Apa yang kita siapkan agar memiliki energi besar dan tidak gampang mati? Yup, ketaqwaan dan keimanan kita lah kuncinya. Dengan modal keimanan dan ketaqwaan itulah kita akan senantiasa bersemangat untuk beramal sholih. 

Di antara kita mungkin ada yang menyepelekan aktivitas menanam pohon. Padahal dengan menanam satu pohon saja maka selain bisa menyediakan oksigen bagi 2 orang setiap hari, pohon yang kita tanam juga bisa menghasilkan buah untuk kita makan dan berbagi kepada lainnya (orang lain maupun hewan [burung, kelelawar, kupu2]). Jika pohon tersebut tetap hidup dan berbuah serta senantiasa memberikan manfaat kepada makhluk yang dicipta Allah swt maka pahala investasi tersebut juga akan terus mengalir kepada kita. Hatta kita telah masuk ke liang lahat.

Iman dan amal sholih harus menyatu dan beriringan. Tanpa keduanya maka ibarat pohon tanpa buah. Ya, iman adalah pohonnya. Sedangkan  amal sholih adalah buahnya yang bisa dinikmati oleh orang atau makhluk lainnya.

Allah swt berfirman:
QS.AlBaqarah [2]: 082. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.

Individu yang beriman dan bertaqwa tersebut melakukan action sendiri? Sebaiknya jangan! Sebab, orang yang berbuat kerusakan di darat dan di lautan sungguh jumlahnya sangat banyak sekali. Sebagaimana diinformasikan di QS.Ar-Ruum: 041. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu komunitas supaya aktivitas kita lebih efisien dan efektif. Di komunitas tersebut dilakukan seruan kebaikan, menyuruh kepada kemakrufan dan mencegah kemungkaran.  Dengan komunitas itulah maka tugas itu akan menjadi lebih ringan.

Bagaimana agar komunitas berhasil dalam action? Syaratnya ada empat: miliki visi yang jelas, punyai metode yang cemerlang, antara visi dan metode nya nyambung dan tugas itu harus diemban oleh orang-orang yang disatukan dan diikat oleh ikatan yang sangat kuat (yakni tauhid/aqidah Islam/iman) bukan ikatan lemah (seperti nasionalisme, sukuisme, kekeluargaan, kepentingan, dan semacamnya).

Apakah individu yang bertaqwa dan beriman serta komunitas yang melaksanakan dakwah cukup? Jelas tidak. Dibutuhkan pula peran negara. Negara atau pemerintah perlu hadir. Negaralah yang memiliki perangkat lengkap untuk merealisasi tugas ini secara sempurna. Jika ada orang atau pihak yang dengan sengaja merusak tanaman dan hewan ternak maka negara bisa memberikan sanksi tegas yang akan membuat jera mereka.

Negara dengan modal kapital yang dimilikinya juga bisa menyediakan layanan pendidikan gratis kepada setiap warga negara agar menjadi ahli di bidang yang diminatinya. Selain itu, negara juga berhak memaksa warganya di suatu wilayah untuk menjadi ahli di bidang pangan (perkebunan, pertanian dan peternakan) supaya bisa memproduksi pangan di wilayah mereka.
Kenapa dipaksa? Sebab penyediaan pangan bagi penduduk merupakan fardlu kifayah bagi seluruh kaum Muslimin. Jika di suatu wilayah terjadi kekurangan pangan dan tenaga ahlinya tidak ada, maka seluruh penduduk wilayah tersebut berdosa. Sebab bagaimana bisa mereka abai terhadap persoalan ini?

Barangkali di antara Anda ada yang bertanya, “Di manakah negara yang penduduknya diliputi keimanan dan ketaqwaan, masyarakatnya saling tolong menolong dan senantiasa memberikan nasihat serta  pemerintah/penguasa nya menjalankan amanah-amanah yang diserahkan kepada mereka?”  Maka kami akan katakan, “Negara itu pernah ada sepanjang lebih dari 13 abad. Yakni sejak didirikan oleh Nabi Muhammad saw, diteruskan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Serta dilanjutkan oleh generasi setelahnya mulai dari Bani Umayyah, Abbasiyah hingga Utsmaniyah. Dan runtuh Tahun 1924 M”

“Akankah negara idaman itu akan kembali hadir di tengah-tengah kita?”

Dengan sangat yakin kami jawab, “Negara Idaman itu pasti akan kembali. Dan hadir di tengah-tengah kita. Sebab, negara idaman itu menjadi janji Allah swt sebagaimana tertuang di QS.An-Nuur:55 dan menjadi bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah saw. Percaya atau tidak, itu kembali kepada kita masing-masing.

Terakhir, semoga ke depan negeri kita Indonesia Raya menjadi negeri yang diberkahi. Menjadi negeri subur makmur gemah ripah loh jinawi yang penduduknya hidup ayem tentrem kerto raharjo.” Aamiin.

Bisa? Pasti bisa!

======
*Abdurrahman Arraushany, merupakan nama pena dari Abdul Rohman, SPt, seorang Fungsional Pengawas Bibit Ternak (Wasitnak) Ahli Pertama di UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur; Konsultan Peternakan Domba-Kambing di Malang-Jatim; Peternak Domba-Kambing dan Lebah Madu di Pamekasan-Madura, dan penulis buku ESTELAPETE (Sekali Test Langsung Pecah Telor, yang berisi Tips dan Trik Agar Test CPNS Lolos Sekali Coba).