Selasa, 28 Februari 2017

KAMBING POTE AROSBAYA SI “URANIUM” KABUPATEN BANGKALAN YANG PERLU SEGERA DIKELOLA



KAMBING POTE AROSBAYA
SI “URANIUM” KABUPATEN BANGKALAN
YANG PERLU SEGERA DIKELOLA

Oleh Abdurrahman Arraushany*

“Bangkalan menyimpan potensi daerah untuk pengembangan usaha dan bisnis peternakan. Selain Sapi Madura, Ayam Gaok, dan Itik Debung, Kambing Pote Arosbaya juga memiliki potensi yang tak kalah menggiurkan yang bisa digunakan sebagai sarana peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran penduduk.  Sayangnya, pengelolaan kambing yang memiliki ciri warna bulu putih bersih tanpa bercak dengan bulu rewos lebat dan panjang di pangkal paha pada jantan dan betinanya, janggut panjang pada jantan, dan tanduk panjang pada jantan serta relatif pendek pada betinanya ini belum optimal.”  

Posisi Bangkalan yang sangat strategis karena dekat dengan Kota Surabaya tidak menjadi jaminan penduduknya hidup sejahtera dan makmur. Pasca pembangunan Jembatan Nasional Suramadu kondisinya  pun juga tidak banyak berubah. Pengangguran di Bangkalan masih termasuk tinggi, tercatat lebih dari 1.184 orang usia produktif masih menanggur (Dinsosnakertrans, 2013).  Para pengangguran ini tentu berkorelasi positif terhadap angka kemiskinan penduduk.  Tercatat pada Tahun 2015 angka kemiskinan di Bangkalan mencapai 23,14% dari jumlah penduduk dan menempatkan Bangkalan sebagai kabupaten termiskin kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Sampang.
Bagaimana dengan angka kematian anak usia dini dan kasus gizi buruk? Meskipun angka kematian ibu di kabupaten paling barat dari Pulau Madura ini saat melahirkan tergolong rendah, namun angka kematian anak usia dininya termasuk tinggi. Kelaparan dan kasus gizi buruk juga masih terjadi di banyak wilayah di kabupaten yang namanya berasal dari kata Bangkah dan La’an (artinya mati sudah) yang kata tersebut diambil dari kematian Ki Lesap, pemberontak sakti di Madura bagian Barat.
Setiap masalah, pasti ada solusinya. Lalu, mungkinkah permasalahan yang dihadapi penduduk Bangkalan akan selesai dengan didirikannya pusat-pusat kegiatan ekonomi termasuk menggencarkan usaha dan bisnis peternakan? Jika iya, komoditas ternak apa yang potensial untuk dikembangkan di Bangkalan?  Apakah usaha dan bisnis peternakan kambing bisa dijadikan starting point menuju kebangkitan ekonomi Bangkalan yang berimplikasi pada tingkat kesejahteraan dan kemakmuran penduduk?

KOMODITAS PETERNAKAN YANG POTENSIAL DI BANGKALAN
Pembangunan peternakan secara khusus dan pertanian secara umum di wilayah Kabupaten Bangkalan perlu terus digenjot.  Hal ini mengingat posisi Bangkalan jauh lebih strategis jika dibanding 3 kabupaten lainnya di Pulau Madura. Yakni sangat dekat dengan ‘pasar’ yang menganga di Kota Surabaya dan kota lain di sekitarnya.
Saat ini telah dilakukan identifikasi dan pemetaan (mapping) potensi Kabupaten Bangkalan di bidang usaha dan bisnis peternakan.  Komoditas yang paling diminati berdasarkan populasi dan jenis ternak adalah sapi, kambing, domba, kerbau dan sapi perah (golongan ruminansia), kuda (golongan pseudo ruminansia), dan unggas seperti ayam buras, ayam pedaging, entok, itik, ayam petelur, merpati, dll (golongan non ruminansia). Data lengkap lihat Tabel 1.

Tabel 1. Populasi ternak di Kabupaten Bangkalan (2012-2015)
No
Jenis Ternak
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015

1
Sapi Potong
205.157
186.027
191.245
197.675

2
Sapi Perah
24
24
20
21

3
Kerbau
1.417
1.460
1.400
1.352

4
Kambing
79.733
70.405
70.990
72.225

5
Domba
4.934
3.901
3.002
1.992

6
Babi
0
0
0
0

7
Kuda
642
633
621
621

8
Ayam Buras
959.714
955.309
970.196
990.545

9
Ayam Petelur
21.271
21.217
100.963
100.909

10
Ayam Pedaging
77.061
17.261
736.000
758.000

11
Itik
33.677
48.306
54.045
59.738

12
Entok
38.834
35.898
37.700
38.811

13
Kelinci
0
0
0
0

14
Burung Dara
0
0
0
0

15
Burung Puyuh
0
0
0
0


Dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa populasi kambing di Bangkalan menempati urutan kedua terbanyak pada golongan hewan ruminansia pilihan masyarakat. Populasi kambing jauh lebih banyak dibanding domba walaupun sama-sama termasuk golongan ruminansia kecil. Bisa jadi ini menjadi signal positif bahwa peternak di Bangkalan memang lebih ‘fanatik’ memelihara kambing dibanding domba.
Jenis kambing apa yang ada di Bangkalan? Diperkirakan dari jumlah 70 ribuan ekor kambing yang ada di Bangkalan lebih dari 85%-nya didominasi jenis Kambing Pote Arosbaya. Sedangkan sisanya terdiri dari Kambing PE (Peranakan Ettawa) dan Kambing Kacang. Dan sekitar dua tahun terakhir telah dilakukan upaya memasukkan kambing PE Senduro oleh beberapa peternak kambing untuk meningkatkan mutu genetik kambing asli/lokal yang ada di Bangkalan, terutama untuk meningkatkan produksi susu. 

Ternak kambing, termasuk Kambing Pote Arosbaya, merupakan ternak multipurpose (beragam tujuan). Sebagai hewan mamalia, selain bisa memproduksi susu dan daging, ternak kambing juga dimanfaatkan untuk memproduksi kohe (kotoran hewan) sebagai penghasil popuk organik padat dan cair. Kulit dan rambut juga bisa dimanfaatkan untuk tas, sabuk, dompet, topi, boneka, permadani, dan lukisan. Kambing juga berfungsi sebagai rojokoyo sekaligus tabungan yang bisa diuangkan ketika peternak membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup. Bahkan kambing ini juga dimanfaatkan sebagai ajang hiburan berupa ‘kerapan kambing’ dan juga ‘kambing pedati’ yang bisa dinaiki anak-anak yang memberi kesan tersendiri dalam suatu moment liburan. Semua itu berkaitan dengan nilai material yang bisa diperoleh oleh sang peternak kambing.
Selain nilai materi, ada juga nilai kemanusiaan (membantu masyarakat untuk hidup sehat), ada nilai akhlaq yang baik (internalisasi nilai-nilai budi pekerti yang baik seperti jujur, disiplin, tanggungjawab, bersih rapi, semangat, kerjasama, keteladan, maju, pantang menyerah, dan yang lainnya) dan nilai ketuhanan (mengejar pahala dan sebagai sarana agar ibadah kaum Muslim bisa terlaksana dengan baik) yang bisa didapatkan oleh peternak.   Menjadi lucu dan menggelikan ketika umat Islam hendak melangsungkan walimahan pernikahan, aqiqahan, tasyakuran, berqurban, membayar zakat mal, membayar dam, dan yang lainnya dan kemudian membutuhkan kambing dan atau domba tapi kambing dan atau dombanya langka atau tidak ada di pasaran. Masa iya kita mengandalkan dari ‘belaskasihan’ peternak kambing dan domba di luar negeri?    
 
MENELUSUR JEJAK MOYANG KAMBING POTE AROSBAYA
Performans Kambing Pote Arosbaya - di sebagian wilayah Bangkalan juga disebut Kambing Etsen - sekilas mirip dengan jenis Kambing Bligon atau  Kambing Jawarandu di Kabupaten Tuban- Jawa Timur  dan sebagian besar wilayah di Provinsi Jawa Tengah.  Dugaan sementara, kambing ini merupakan hasil kawin silang antara Kambing Peranakan Ettawa (PE) dengan Kambing asli/lokal Bangkalan (alias Kambing Kacang) yang performans nya lebih mendekati ke arah Kambing Kacang. Kemudian atas rasa suka peternak terhadap ‘warna putih’ yang diyakini bermakna “bersih dan suci,” maka peternak melakukan seleksi atasnya. Kambing warna putih kemudian dipertahankan, sedangkan warna lainnya dikeluarkan dari populasi. Maka terbentuklah warna Kambing Pote Arosbaya 100% putih.   
Jika kita amati lebih detail, ternyata Kambing Pote Arosbaya ini memiliki sifat kualitatif yang berbeda dengan Kambing Bligon di daerah lain.  Pada kambing jantan bisa dipastikan memiliki jenggot panjang seperti pejantan Kambing Kacang. Sedangkan pada betinanya tidak ada jenggot. Kemudian pada kedua jenis kelamin, terdapat tanduk. Bedanya pada jantan tanduknya lebih panjang dan bentuknya pipih (bukan bulat), Sedangkan tanduk pada betinanya relatif pendek.
Adakah ciri lain? Kambing Pote Arosbaya memiliki postur tubuh ‘tipe perah’ dengan ambing cukup besar menyerupai ambing domba perah. Namun hingga saat ini kambing jenis ini hampir belum sama sekali dimanfaatkan sebagai pabrik penghasil susu yang menjadi minuman bergizi bagi masyarakat Madura wabil khusus masyarakat Bangkalan.
Sifat kualitatif yang lain adalah bahwa telinga Kambing Pote Arosbaya ini jatuh tapi melebar bukan melipat sebagaimana Kambing PE. Selain itu mukanya lurus seperti muka Kambing Kacang bukan cembung seperti Kambing PE.
Bagaimana dengan sifat kuantitatifnya? Untuk ukuran tubuh (panjang badan [TP], tinggi pundak [TP] dan lingkar dada [LD]) dan bobot badan (BB) hampir tidak jauh beda dengan Kambing Bligon di Kabupaten Tuban Jawa Timur, yakni berada di antara ukuran Kambing PE dan Kambing Kacang. Untuk BB-nya sebesar 25-40 kg (jantan) dan 20-35 kg (betina) pada umur dewasa.  Ciri lainnya adalah bahwa tubuh betina dewasa agak membulat tidak seperti Kambing Kacang dan Kambing PE yang cenderung pipih.  
Bagaimana penyebaran kambing ini? Saat ini Kambing Pote Arosbaya telah menyebar hampir meliputi seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Bangkalan (seperti Arosbaya, Klampis, Modung, Kokop, Tanjungbumi, Galis, Sepulu, Tanahmerah, dll), beberapa kecamatan wilayah Utara Kabupaten Sampang (Robatal, Sokobanah, dan Ketapang) dan wilayah Barat Kabupaten Sumenep (Bluto, Saronggi, dan Lenteng). Untuk di Kabupaten Pamekasan, bisa dijumpai di kecamatan Kota Pamekasan dan Kecamatan Proppo yang dekat dengan Pasar Hewan 17 Pamekasan.



Benarkah Kambing Pote Arosbaya merupakan kambing asli/lokal Bangkalan? Atau kambing ini berasal dari luar negeri dan sudah puluhan bahkan ratusan tahun beradaptasi dengan lingkungan Bangkalan?  Mengapa ia ada di wilayah ini? Kelebihan dan keunggulan apa yang dimiliki sehingga mampu berkembangbiak? Apakah memiliki kekurangan dan faktor pembatas? Jika kambing ini hasil persilangan, bagaimana proses terbentuknya? Siapa yang membawa tetuanya? Sejak kapan ada di wilayah ini? Dan banyak lagi pertanyaan yang perlu dibuktikan dengan penelitian dan kajian.
Hingga hari ini sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan informasi lengkap dan mendetail berkaitan dengan jenis kambing ini karena belum ada penelitian dan kajian serta publikasi atasnya. Di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur maupun di Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan informasi kambing jenis ini bisa dikatakan belum ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan segera penelitian dan kajian menyeluruh dan mendalam sehingga kambing ini bisa ditingkatkan populasinya, didongkrak produksi, reproduksi dan produktivitasnya untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran peternak yang memiliharanya.
Dalam satu kesempatan belum lama ini, kami mencoba menggali informasi dari peternak yang memelihara Kambing Pote ini di Kab.Bangkalan (Kecamatan Arosbaya, Galis, Modung dan Klampis) dan peternak di Kecamatan Robatal Kab.Sampang. Hasilnya bisa dipastikan bahwa kambing ini awalnya memang banyak dibudidaya peternak kambing di Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan.  Kemudian menyebar di beberapa wilayah di Pulau Madura. Keterangan ini sebagaimana disampaikan oleh H.Mohammad Natsir, Ketua Pokmas Andalan yang berdomisili di Desa Separah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, “Setau saya dari informasi Abah dan Kakek saya yang keturunan Arab, bahwa kambing ini dulunya banyak dipelihara peternak di komunitas Arab yang ada di Kecamatan Arosbaya.  Kami terbiasa meminum susu kambing sebagaimana kebiasaan Rasulullah, Sahabat, dan orang-orang Islam di masa lalu. Kambing ini walaupun produksi susunya sedikit tetapi tetap kami perah untuk diambil susunya.  Kami sengaja memilih kambing-kambing berwarna putih untuk kami pelihara karena ada anggapan bahwa putih itu bersih. Bagi komunitas kami, rasanya belum sreg kalao dalam pelaksanaan walimahan, perayaan, tasyakuran, qurban dan aqiqah tidak menyembelih kambing putih ini.”
Dari apa yang disampaikan Haji Natsir di atas bisa diambil kesimpulan bahwa sejarah Kambing Pote Arosbaya berkaitan erat dengan keberadaan orang-orang Arab di wilayah Arosbaya. Siapa mereka? Tak lain dan tak bukan adalah dai yang menyeru kepada Islam, menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. 
Jika ditelusur sejarah berkaitan proses Islamisasi Madura maka kita akan mendapatkan benang merahnya. Bahwa masuknya orang-orang Islam dari Jazirah Arab  ke Nusantara sejak abad 7 hingga abad 15 M untuk melakukan islamisasi Nusantara, termasuk Islamisasi Madura, merupakan aktifitas futuhat (pembebasan) umat Islam di negeri-negeri lain di penjuru dunia. Aktifitas ini dilakukan karena dakwah dan jihad merupakan politik luar negeri Negara Khilafah Islam sehingga umat manusia kembali mentauhidkan Allah swt.
Dari Jazirah Arab dakwah dan jihad Islam menyebar ke berbagai penjuru dunia. China Barat (Turkmenistan Timur dan Xinxiang yang didiami suku Uighur) dan India lebih dulu dibebaskan dibandingkan wilayah Nusantara.  Perjalanan laut jauh lebih aman dibanding perjalanan darat. Apa yang kemudian kita bayangkan ketika berbulan-bulan melakukan perjalanan di laut dengan menggunakan kapal besar? Logistic seperti apa yang kemudian digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan para mujahidin selama di kapal? Maka teknologi maju terkait pengawetan pangan (tepung, dendeng daging, kacang-kacangan, dll) dan pakan (dalam bentuk hay atau rumput kering) saat itu menunjukkan bahwa membawa ternak ruminansia hidup di dalam kapal adalah sesuatu yang biasa.  Selama di perjalanan, hewan ternak disembelih untuk mendapatkan daging segar. Dan sangat mungkin domba, kambing, dan sapi dari Jazirah Arab yang tersisa di kapal kemudian ‘diturunkan’ untuk dihadiahkan kepada penguasa setempat di tempat mendaratnya kapal atau kambing atau ternak tersebut terlepas saat mendarat dan tidak tertangkap kembali. Hal ini menjadi cikal bakal penyebaran berbagai jenis hewan di muka bumi dan memperkaya keanekaragaman hewan ternak dan tumbuhan di suatu wilayah.
Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Madura, terutama ke Bangkalan? Berikut kami kutipkan apa yang ditulis Akhmad Roffi Dimyati,MA dalam artikel Melacak Sejarah Awal Islam Di Madura. Di dalam tulisan tersebut beliau menyampaikan bahwa,“Sementara itu, teori kerajaan lainnya adalah di Madura bagian Barat. Menurut beberapa sumber, Prabu Brawijaya ke V, yakni Prabu Kertabumi, yaitu Raja Majapahit yang memerintah antara tahun 1468–1478 M telah memeluk Islam. Dari permaisurinya yang bernama Ratu Dworowati dikarunia putra bernama Raden Ario Lembu Petteng. Ario Lembu Petteng kemudian menjadi Kamituo di Madegan Sampang. Sementara di lain cerita, putra Prabu Kertabumi lainnya bernama Ario Damar (menjadi adipati di Palembang) mempunyai putra Raden Ario Menak Senoyo. Ario Menak Senoyo kemudian meninggalkan Palembang dan menetap di Madura, tepatnya di Parupuh (sekarang Proppo).
Kisah Madura bagian Barat ini bermula dari kisah mereka berdua. Mereka masih setia dengan agama primitifnya, yaitu Hindu. Sebagai bukti, di sana terdapat puing-puing candi yang gagal dibangun. Orang menyebutnya Candi Burung (“burung” dalam bahasa Madura bermakna gagal).
Ario Lembu Petteng sudah mulai tertarik dengan agama baru yang waktu demi waktu tambah ramai dianut orang, utamanya di lingkungan bangsawan Majapahit. Lalu kemudian ia memeluk Islam pada tahun 1478 M setelah menjadi santri dari Sunan Ampel. Sebelumnya ia hanya mengutus bawahannya untuk belajar Islam ke Sunan Ampel. Namun ternyata anak buahnya itu sudah keduluan masuk Islam. Tidak mau ketinggalan, ia kemudian berangkat sendiri ke Ampel Delta dan nyantri kepada Sunan Ampel. Akhirnya ia memeluk Islam dan tidak sempat pulang lagi ke Sampang karena keburu meninggal dan dimakamkan di Ampel.
Namun, menurut cerita lain, di masanya ia menetap di Sampang inilah Sunan Giri mengutus Syekh Syarif, yang juga dikenal dengan Khalifa Husein, untuk membantunya untuk merangkul para pengikut baru di pulau Madura.
Lembu Petteng meninggalkan dua putra dan satu putri. Mereka adalah Raden Ario Manger, Raden Ario Mengo dan Retno Dewi. Lalu kemudian Raden Ario Manger menggantikan bapaknya sebagai Kamituo di Madegan Sampang. Ia mempunyai tiga orang putra, yaitu Kyai Ario Langgar, Kyai Ario Panengah, Kyai Ario Pratikel. Namun, tidak semua keturunan Lembu Petteng memeluk Islam. Tercatat Ario Mengo tetap menganut Budha dan oleh karenanya masyarakatnya masih kuat menganut agama ini. Ario Mengo lah yang membuka hutan di sebelah timur dari kerajaan bapaknya, yaitu di daerah Pamelingan (sekarang Pamekasan). Dialah yang memerintah pertama kali di sana dengan gelar Kyai Wonorono di mana tempat keratonnya berada di daerah Lawangan Daya sekarang.
Dua keturunan Prabu Kertabumi Barawijaya V ini kemudian menjadi satu kembali pada perkawinan antara Raden Ario Pojok dari garis keturunan Raden Ario Damar dengan Nyai Budho dari garis keturunan Raden Ario Lembu Petteng. Dari perkawinannya ini dikarunia lima anak yang salah satunya adalah bernama Kyai Demang yang kemudian memimpin Plakaran Arosbaya, Bangkalan. Kyai Demang kawin dengan Nyi Sumekar mendirikan Kraton di kota Anyar. Dari perkawinannya itu kemudian mereka dikarunia lima orang putra, yaitu: (1) Kyai Adipati Pramono di Madegan Sampang; (2) Kyai Pratolo disebut juga Pangeran Parambusan; (3) Kyai Pratali atau disebut juga Pangeran Pesapen; (4) Pangeran Paningkan disebut juga dengan nama Pangeran Suka Sudo; dan (5) Kyai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Plakaran karena bertahta di Plakaran.
Menurut catatan sejarah, penguasa Plakaran ini masih enggan memeluk Islam, walaupun Islam sudah menjadi buah bibir sebagian besar masyarakatnya, termasuk putranya sendiri Raden Pratanu. Namun demikian, ia tidak melarang putranya belajar ilmu Islam kepada Sunan Kudus. Oleh karena itu, agama Islam masih menemukan rintangan berkembang di Madura bagian Barat ini karena keengganan Raden Pragalbo untuk memeluk Islam. Di penghujung usianya, Raden Pratanu membujuk bapaknya agar mengucapkan dua kalimat syahadat. Saat itulah Raden Pragalbo wafat setelah Beberapa saat sebelumnya menganggukkan kepala tanda setuju dengan bimbingan anaknya. Mengangguk dalam bahasa Madura disebut onggu’. Sejak itulah, menurut legenda ini, Raden Pragalbo kemudian lebih dikenal dengan Pengeran Islam Onggu’.
Panembahan Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur ini adalah pendiri kerajaan kecil yang berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara. Diperkirakan, Panembahan Pratanu dinobatkan sebagai raja pada tahun 1531 setelah ayahnya, Raja Pragalbo, meninggal dunia.
Sebagaimana disebutkan di atas, walaupun sang Bapak masih enggan masuk Islam, namun ketika Pratanu masih dalam masa mudanya ia pernah bermimpi didatangi orang yang memintanya agar memeluk agama Islam. Mimpinya disampaikannya kepada sang ayah, lalu sang ayah mengirim Patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus. Tidak tanggung-tanggung, sang Patih belajar Islam sungguh-sungguh sampai akhirnya memeluk agama ini dan kembali ke Arosbaya. Dari dialah Pratanu mengenal Islam dan iapun masuk Islam. Diperkirakan, setelah keislaman sang pangeran, ia bersama Empu Bageno kemudian menyebarkan agama baru itu ke seluruh warga Arosbaya. Dilihat dari masanya, di mana ia diperkirakan lahir tahun 1531 dan meninggal tahun 1592, Panembahan Pratanu termasuk raja pertama di Madura Barat ini yang masuk Islam dan menyebarkannya.”
Jadi apa kesimpulannya? Disimpulkan bahwa proses Islamisasi masyarakat Madura yang dilakukan oleh para dai dari Negara Khilafah Islam ke Madura dengan dukungan murid-murid Walisongo sekitar abad 14 M atau abad 16 M terbukti membawa berkah bagi masyarakat Madura. Yakni 'bekas jejak' aktivitas dakwah mereka masih bisa dirasakan sampai sekarang dengan adanya kekayaan SDGH di Kepulauan Madura. Kambing Pote Arosbaya satu di antaranya.

AGAR KAMBING POTE AROSBAYA OPTIMAL DALAM PENGELOLAAN
Dikarenakan penyebaran kambing Pote ini lintas kabupaten, maka yang perlu untuk mengambil langkah kongkit dalam pengelolaan SDGH Kambing Pote Bangkalan adalah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur cq Bidang Budidaya Pengembangan Ternak dan Hewan Lainnya atau cq UPT Pembibitan Ternak da Kesehatan Hewan Madura. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur harus menggandengan dinas peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan di 4 kabupaten di Pulau Madura.  
Bagaimana agar pengelolaan kambing ini optimal? Pertama, segera dilakukan pendataan dan membuat database peternak, jumlah ternak, dan struktur populasi ternak. Kedua, mengusulkan untuk penetapan SDGH Kambing Pote Arosbaya agar menjadi SDGH milik Jawa Timur. Ketiga, membuat demoplot baik di UPT milik provinsi maupun UPT kabupaten sebagai sarana pembelajaran untuk masyarakat, khususnya di dalam upaya meningkatkan kecerdasan skolastik peternak dalam dunia perkambingan (pakan, pembibitan, tatalaksana pengelolaan, dll). Keempat, mengorganisir pelaku peternakan kambing untuk maju bersama meraih kesejahteraan dan kemakmuran. 
Semoga dengan upaya mengelola Kambing Pote Arosbaya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, insyaallah kesejahteraan dan kemakmuran penduduk yang diidam-idamkan bisa segera terwujud. 
Terakhir, perlu diinfokan bahwa kata 'pote' di masyarakat Madura bermakna putih. Jadi Kambing Pote Arosbaya Bangkalan ini jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Kambing Putih Arosbaya Bangkalan.  
 

 Kambing Pote Arosbaya yang ada di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan






Kambing Pote Arosbaya yang ada di Kecamatan Robatal Kab.Sampang



Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Galis Kab.Bangkalan



Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Arosbaya Kab.Bangkalan


 Kambing Pote Arosbaya Yang ada di Kecamatan Bluto Kab.Sumenep


=====
*Abdurrahman Arraushany merupakan nama pena dari: Abdul Rohman, SPt, Pengawas Bibit Ternak Ahli Di UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.