Minggu, 05 Maret 2017

PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIK HARAM, HANTUI MAYORITAS PENDUDUK INDONESIA


PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIK HARAM,
HANTUI MAYORITAS PENDUDUK INDONESIA

Oleh Abdurrahman Arraushany*

Misi hidup manusia adalah untuk menjalankan ibadah dan menjadi khalifah-Nya di bumi.
Sejak Rasulullah saw dan Sahabat yang mulia berhasil mendirikan Negara Islam Madinah hingga 1924 M, di sepanjang sejarahnya tersebut, ketika sistem pemerintahan Islam (al khilafah) diterapkan dalam kehidupan nyata, Islam benar-benar mampu tampil menjadi rahmat bagi semesta alam (Islam rahmatan lil alamin). Rahmat tersebut bukan hanya dirasakan oleh mereka yang muslim, tetapi juga non muslim, hewan, binatang, tanaman, dan lainnya.
Namun prahara kehidupan umat manusia terjadi setelah Khilafah berhasil dilenyapkan oleh orang-orang kafir dan antek-anteknya. Sejak saat itu, Daulah Islam yang semula wilayahnya sangat luas (menguasai 2/3 wilayah dunia saat itu, selain benua Amerika karena belum diketemukan) kemudian dikerat-kerat orang-orang kafir penjajah menjadi lebih dari 54 negara bangsa (nation state) yang kecil dan sangat lemah.
Kehidupan umat manusia - terutama kaum Muslimin - diliputi kehinaan. Hampir setiap hari kita menyaksikan di teve, surat kabar dan media massa lainnya bagaimana umat Islam di berbagai negeri dihinakan, dilecehkan, dibantai dan dimarjinalkan. Tengok lah di Poso, Myanmar, Palestina, Kashmir, Uighur-Xinjiang-China, Pattani-Thailand, Moro-Philipina, Suriah, Iraq, dan di berbagai belahan bumi lainnya. Lebih mengherankan lagi, pelecehan dan penghinaan terhadap Islam dan umat Islam itu ternyata juga sering terjadi di negeri ini yang mayoritas penduduknya Muslim (85,2%) dan menjadi negara berpenduduk Muslim terbesar dunia.
Kejadian memilukan yang bakal dialami Islam dan Umat Islam di masa depan sebenarnya sudah disampaikan Rasulullah saw. “Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).
Sebagaimana khabar di atas, setelah masa Mulkan ‘Adlon (Bani Umayyah, Abbasiyah dan Ustmaniyah), maka dunia akan dipimpin oleh Mulkan Jabbariyah. Kapan Kepemimpinan Mulkan Jabbariyah berlangsung? Yakni setelah Khilafah berhasil dihapus oleh Kemal Atta Turk, orang keturunan Yahudi yang mengaku Muslim, yang beraksi dengan dukungan penuh Inggris dan sekutunya. Faktor penting inilah yang menyebabkan Khilafah runtuh, selain juga diakibatkan dari kelemahan internal umat Islam sendiri (seperti: lemahnya penanaman aqidah Islam, ditinggalkannya bahasa Arab, ditutupnya pintu ijtihad, silaunya Umat Islam dengan keberhasilan Barat dibidang pembangunan material dan teknologi, dsb).
Rasulullah saw pernah menyampaikan bahwa “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim). 
Ya, Muslim di manapun itu bagai satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit maka seluruh tubuh juga pasti ikut merasakannya. Namun, sayangnya umat Islam hari ini begitu lemah. Saat ini kita tidak memiliki Khalifah yang menjadi tameng dan menjadi pembela atas Islam dan umat Islam. Hari ini kita dipimpin oleh penguasa-penguasan ‘boneka’ yang enggan menerapkan syariah Islam secara kaffah (totalitas). Dan yang bikin kita semakin muak ternyata hari ini pemimpin kita hanya mencukupkan diri dan mencitrakan diri sebagai penguasa yang peduli dengan bekal kecaman sana-sini yang sungguh tiada arti. Jika memang peduli terhadap nasib Islam dan umat Islam, bukankah mengirim tentara yang akan menghentikan kepongahan orang-orang kafir lebih layak dan lebih cerdas untuk dilakukan olehnya?
Sebagai individu Muslim, sebagian kita mungkin peduli. Dan juga mengambil aksi. Sayangnya, secuil bantuan yang kita salurkan ternyata hanya menyelesaikan ranting masalah, bukan akar masalah. Tak sedikit juga umat Islam yang malah tidak peduli, apalagi membantu. Bahkan hanya sekedar bantuan doa saja ada yang tidak mau dan mampu melakukannya. Jika pun ada di antara kita yang berdoa, apakah yakin bahwa doa akan diterima dan dikabulkan Allah swt?
Masa sih doa kita tidak dikabulkan? Bukankah Allah berjanji pasti akan mengabulkan mereka yang berdoa kepadanya? Kenapa doa kita bisa tidak diterima oleh Allah swt? Itu karena dalam kehidupan kita, disadari atau tidak, disengaja atau tidak, dekat dan penuh dengan sesuatu yang haram dan najis. Mulai dari makanan/minuman yang kita konsumsi, obat-obatan yang kita gunakan, dan juga kosmetik yang kita oleskan atau kita semprotkan ke tubuh kita. Astaghfirullah.
KITA TERNYATA ‘TERBIASA’ DENGAN SESUATU YANG HARAM
Benarkah selama ini kita terbiasa dengan sesuatu yang haram? Mari kita check.
Saat bangun tidur dini hari kebiasaan sebagian besar kita adalah langsung membersihkan diri di kamar mandi. Kita menggosok gigi dengan menggunakan pasta gigi. Jika langsung mandi, kita menggunakan shampoo dan sabun mandi.

Selesai mandi, saatnya berdandan. Agar kulit tidak kering terutama kaum Hawa biasanya pakai lotion pelembab kulit. Juga krim pemutih wajah. Bagi kaum Adam, selain lotion dan parfum biasanya juga menggunakan minyak rambut.
Kegiatan selanjutnya adalah santap sahur atau sarapan pagi. Apa menunya? Tahu dan tempe? Nugget? Bakso? Semur daging? Opor ayam? Roti selai? Atau sekedar kue?
Ketika sakit kita disunnahkan untuk berobat. Ketika keluar rumah, kita juga terbiasa menggunakan jaket, ikat pinggang, sepatu, dompet, topi dan tas.
Sekarang silahkan dicheck barang apapun yang Anda pakai di atas. Pertanyaannya, sudah adakah ‘jaminan’ produk halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) sebagai wakil pemerintah? Jika belum ada - dan kemungkinan kebanyakan tidak ada - maka kita wajib WASPADA!!!
Jangan-jangan makanan/minuman yang kita konsumsi tidak halal dan tidak thoyyib. Jangan-jangan pangan kita tercampur dengan barang haram dan najis. Jangan-jangan yang kita masak bukan daging merah dari hewan ternak yang dihalalkan seperti sapi, domba, kambing, kerbau, atau kuda tetapi malah daging babi yang jelas keharamannya. Jangan-jangan ayam yang kita bikin opor tadi adalah ayam tiren (mati kemaren) yang jelas terkategori bangkai yang diharamkan. Jangan-jangan roti dan kue yang kita makan tadi dicampur khamer dalam proses pembuatannya supaya beraroma harum, berasa agak pahit dan sukses berongga/mengembang? Jangan-jangan ini dan itu. Naudzubillah.
Di antara kita mungkin ada yang juga terbiasa makan coklat, ice cream, permen, jelly dan snack. Apakah yakin bahwa gelatin hewani yang dipakai dalam pembuatan makanan anak-anak tersebut tersebut berasal dari sapi dan hewan ternak halal lainnya yang dipotong sesuai ketentuan syariah (putus 2 saluran pernapasan dan makanan di leher hewan)? Atau jangan-jangan berasal dari gelatin Babi? Siapa yang bisa menjamin?
Pernah minum obat ketika sakit yang dalam bentuk kapsul? Tahukah Anda kebanyakan kapsul tersebut terbuat dari gelatin Babi? Huek.
Bagaimana dengan sabun dan lotion yang kita pakai? Kita tahu dalam proses pembuatan sabun, bahan yang dibutuhkan adalah lemak alias minyak. Siapa yang bisa menjamin kalau sabun yang kita pakai terbuat dari lemak nabati (kelapa, zaitun, dll)? Bagaimana jika ternyata yang dipakai dalam proses pembuatan sabun adalah lemak/minyak babi?
Lotion juga begitu. Dulu sempat nge-trend lotion yang membuat kulit lembab, putih dan awet muda dengan Merk “Placenta.” Masih ingat? Benarkah lotion dengan merk ‘Placenta’ tersebut hanya sekedar nama atau justru benar-benar menggunakan placenta (ari-ari) dan ketuban dari manusia yang melahirkan yang dipercaya mengandung hormon estrogen level tinggi? Siapa yang bisa menjamin.
Bagaimana dengan jaket, tas, dompet, topi, sepatu, dan ikat pinggang Anda yang terbuat dari kulit? Jangan bangga dulu. Keren sih kelihatannya. Tapi bisa jadi itu bukan terbuat dari kulit hewan/binatang yang dihalalkan dagingnya untuk dimakan. Tapi terbuat dari kulit babi. Hati-hati merk “Gucci.” Jika barang itu asli dan impor, bisa dipastikan barang tersebut terbuat dari kulit babi. Huff.
Cukup? Ternyata belum.
Bagi Anda yang ahli hisab alias perokok, hati-hati dengan filter atau gabus yang berasa manis di lidah. Sebab tidak menutup kemungkinan filter tersebut sengaja dicampur dengan hemoglobin atau protein darah babi yang digunakan untuk menyaring atau meminimalisir racun kimia yang masuk ke dalam paru-paru Anda.
Menjelang lebaran, di antara kita banyak juga yang memermark rumah dengan jalan mengecat agar kelihatan baru dan lebih berwarna. Nah, ketika mengecat kita menggunakan apa? Kuas, dong. Nah, bagaimana jika kuas yang kita gunakan berasal dari bulu babi?
Ah ternyata babi yang najis dan diharamkan Allah dan Rasulnya sangat dekat dengan kehidupan kita. Bukan babi hidupnya sih, tapi produk-produk hasil pengolahannya. Dan untuk memperjelas wujud ‘makhluk BAB1’ ini setelah disembelih silahkan Anda tonton video yang disampaikan Christien Meindertsma, pengarang dari "Babi 05049" di TED. Masuk aja di Youtube. Dan siapkan diri Anda menerima kenyataan bahwa makhluk najis bernama BABI yang telah disembelih ternyata bagian-bagian tubuhnya bisa dibuat menjadi lebih dari 185 produk yang tidak berhubungan dengan daging babi. Dari peluru hingga jantung buatan manusia. Nah loh.
Jika kita uraikan semuanya di sini pasti semakin panjang saja daftar barang haram dan najis di sekitar kita. Mari kita cukupkan di sini.
Oleh karenanya, maka tak berlebihan kalau kita banyak memohon ampun kepada Allah swt atas kelalaian kita selama ini. Kita yang Muslim ini sering dikadalin terang-terangan sama orang-orang kafir.
ISLAM MENAWARKAN SOLUSI SECARA TUNTAS 
Penduduk Indonesia mayoritas Muslim. Lantas kenapa perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan/minuman, obat-obatan dan kosmetik yang sengaja mencampur benda haram dan najis yang bisa membahayakan kesehatan umat manusia dan jelas membawa dampak tidak diterimanya ibadah umat Islam karena jelas keharamannya terus kokoh berdiri dan bebas menjual produk mereka di negeri ini? Tidakkah penguasa negeri ini mengambil tindakan tegas atas pabrik tersebut?
Juga kenapa muslim yang 85,2% penduduk negeri ini seolah tak bisa berbuat banyak - dan cenderung pasrah - dibombardir produk-produk yang jelas diharamkan Islam karena tercampur dengan barang haram dan najis? Kenapa bisa begitu?
Tulisan ini barangkali bisa sedikit memberikan pandangan.  Menurut saya, penyebab dari semua hal di atas berpulang pada 3 hal, yakni:
1. Keimanan dan Ketaqwaan Individu Muslim yang rendah
Benarkah keimanan dan ketaqwaan Muslim Indonesia rendah? Sebelum hal itu kita sanggah, silahkan dijawab fakta berikut:
- HANYA 0,5% umat Islam di Indonesia yang bisa membaca alquran dengan baik (Republika, 16 Juni 2014)
- Lebih dari separoh penduduk Indonesia (54%) tidak bisa membaca alquran sama sekali (JPNN, 06 Juni 2016).
Data di atas tentu belum bicara mereka yang menghafal alquran, mengerti maknanya dan mengamalkan isinya. Pastinya jauh lebih rendah lagi. Naudzubillah tsumma naudzubillah. Ya allah ampuni kami ya Rabb.
Syaikh Taqiyuddin an Nabhany di dalam Kitab Syakhsiyah Islamiyah Jilid 1 memaknai Iman sedikit berbeda dengan yang dipahami kaum Muslimin umumnya. Menurut beliau iman adalah pembenaran secara pasti sesuai dengan fakta yang ada dan disertai dalil (aqli dan atau naqli).
Jadi bagaimana IMAN seseorang akan tinggi dan kuat jika alquran yang merupakan kitab yang diturunkan Allah swt kepada Rasulullah saw, yang makna dan lafalnya berasal dari Allah, dan membacanya adalah ibadah, yang merupakan pedoman hidup umat manusia yang dijamin kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah swt, tidak pernah dibaca oleh umat Islam karena mereka tidak bisa membaca alias buta huruf? Tentu sangat sulit.
Sedangkan TAQWA biasa dipahami oleh kita dengan “Melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah swt.” Jadi bagaimana bisa BERTAQWA, lha wong mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang Allah swt dan rasul-Nya kita tidak tahu akibat kita tidak belajar Islam, tidak membaca alquran dan tidak menghafal hadits?
Kondisi di atas jelas berbeda dengan kondisi di fase awal kehidupan umat Islam dibawah naungan Negara Islam Madinah. Sebagaimana yang disampaikan Ust.Udo Yamin Majdi dalam Buku “Quranic Quotien” terungkap fakta bahwa ketika Negara Islam Madinah tegak kaum Muslimin hanya menempati 15% dari jumlah penduduk Madinah. Sedangkan 85% adalah non Islam (Yahudi, Nashrani dan Musyrik). Namun Umat Islam mampu menjadi penguasa Madinah yang menerapkan syariah Islam secara totalitas (individu, masyarakat dan juga negara) dan keamanan negara di tangan umat Islam.
Ternyata umat Islam kala itu yang jumlahnya sekitar 1.500 orang semuanya hafal alquran. Hanya 4 atau 6 orang saja yang tidak hafal alqur’an. Ditambah lagi umat Islam hidup bersama rasulullah saw. Artinya ketika ada pertanyaan terkait problem yang dihadapi manusia mereka bisa langsung menanyakannya kepada Rasulullah. Jadi wajar kalau umat Islam ‘garang’ bak Singa yang ditakuti lawan dan disegani kawan.
Bagaimana dengan kehidupan umat Islam sekarang? Tentu sangat jauh dari gambaran kaum muslimin di awal Mula Islam tadi. Oleh karena itu, jika kita mau membalik keadaan sekarang yang dipenuhi kehinaan menuju keadaan penuh kemuliaan maka tak ada pilihan lain kecuali dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita berlandaskan alquran dan assunnah.
Benar apa yang difirmankan Allah swt,

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS.An-Nisa’ : 59]
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para Shiddiqiin. orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” [QS.An-Nisaa’ : 69]
Rasulullah saw pun bersabda: Dari Katsir bin Abdullah dari ayahnya dari kakeknya RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda : “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR. Ibnu Abdil Barr]
Sudah bukan rahasia lagi bagi seorang mukmin yang taat agama, bahwa ada kaidah syara berkaitan hukum benda yang berbunyi, “Hukum asal benda adalah mubah (halal) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” Sedangkankan berkaitan dengan amal (perbuatan) manusia terdapat juga kaidah syara yang berbunyi, “Hukum asal amal (perbuatan) adalah terikat dengan hukum syara (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.”
Sungguh hampir semua benda yang ada di dunia ini mubah/boleh (yang artinya halal) kita gunakan untuk menunjang kehidupan manusia di bumi, kecuali sedikit yang diharamkan.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS. Al Maidah: 3)
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?. (HR. Muslim no. 1015)
Jadi yang halal jauh lebih banyak daripada yang haram.
Nah, ketika kita memahami - dan menghafal alquran dan hadits - maka pasti kita paham mana benda yang diharamkan Allah dan mana yang benda yang dihalalkan Allah swt. Dengan pemahaman tersebut, seorang mukmin akan bersikap dalam kehidupan yang fana ini.
Sikap hanya menerima yang halal dan menjauhi yang haram inilah wujud dari keimanan dan ketaqwaan seorang Mukmin. Jika mengambil sebaliknya, iman dan taqwanya pasti bermasalah.
2. Kontrol Masyarakat yang hilang
Hidup di sistem yang menerapkan Kapitalisme dengan aqidah sekularisme memang menyusahkan. Bagaimana tidak, dengan tuntutan pemenuhan keinginan - ingat bukan kebutuhan yach - yang sengaja diciptakan para Kapitalis dengan berbagai iklan menggiurkan, membuat kehidupan keluarga Muslim semakin lama semakin tergerus.
Banyak yang kemudian bilang, “Hanya mengandalkan penghasilan dari suami saja jelas tidak cukup.” Dampaknya? Untuk mengimbangi pengeluaran yang tak terkendali, seorang wanita terpaksa harus bekerja membantu suaminya dengan jalan bekerja supaya mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan penghasilan tambahan dari pihak istri, diharapkan dapur tetap ngebul dan berbagai keinginan hati segera terpenuhi. Sayangnya memenuhi keinginan yang semakin hari semakin beragam jenisnya tersebut seperti minum air laut. Semakin diminum makin menambah haus saja.
Apa efek negatif jika seorang wanita yang mestinya menjadi istri bagi suaminya dan ibu serta guru bagi anak-anaknya malah menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja? Fakta membuktikan bahwa semakin ke sini kehidupan rumah tangga Muslim menjadi semakin kacau dan semakin balau. Anak-anak menjadi terlantar. Suami tak terurus dengan baik. Angka perceraian - yang dituntut pihak istri karena merasa sudah punya gaji sendiri - semakin meningkat. Adab anak-anak ke orangtua makin sirna. Hubungan dengan mertua semakin tidak harmonis. Saling sapa dengan tetangga menjadi sesuatu yang sangat langka. Semakin rusak. Bertambah parah.
Siapa yang bekerja di pabrik-pabrik milik Kaum Kapitalis yang kebanyakan non Muslim? Justru mayoritas perempuan. Dengan posisi elit (ekonomi sulit) sebagaimana di atas, bisa kita ‘maklumi’ jika karyawan perempuan tersebut berada pada kondisi ‘rentan’ jika harus menolak melakukan sesuatu yang diperintahkan pihak perusahaan. Seperti menambahkan atau mencampur benda atau bahan haram dan najis ke dalam produk yang diproduksi perusahaan. Meskipun jelas bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam yang dipahami dan diyakininya.
Keberanian pihak pekerja melaporkan ke pihak berwenang - dengan konsekuensi dipecat - jelas jarang dimiliki oleh muslimah kita. Jangankan Muslimah, pria pun kebanyakan tidak memiliki keberanian tersebut. Jika ada pun jumlahnya pasti tidak banyak.
Jika info ‘kejahatan’ di dalam pabrik tidak terekspos ke luar perusahaan, bagaimana mungkin masyarakat di sekitar pabrik akan protes dan melakukan demonstrasi menuntut penguasa agar menutup pabrik dan tidak melanjutkan proses produksinya?? Di sinilah diperlukan singa-singa pemberani. Orang-orang yang tak mengidap penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati).
3. Peran Negara Yang Tak Berfungsi 
Saat belajar PPKN kita diajari, “Indonesia bukan negara agama tetapi juga bukan negara sekular.” Masih ingat mantra tersebut? Sayangnya kita menelan mentah-mentah kalimat konyol tersebut saat itu. Kenapa disebut konyol? Bagaimana tidak disebut konyol, lha wong tidak jelas begitu dalam menentukan sikap. Apa istilah yang tepat? Yup, Hermaprodit.
Insyaallah saat ini kita tidak lagi berdiam diri. Sebagai Muslim Ideologis, pasti kita akan bertanya balik, “Jika bukan negara agama dan bukan juga negara sekular, lantas negara kita ini negara apa? Negara bukan-bukan?” Kira-kira reaksi guru kita bagaimana yach?
 
Jadi negara kita negara apa? Mari kita bahas bersama.
Pertama, diakui atau tidak Negara kita adalah negara demokrasi yang menerapkan kapitalisme-sekularisme. Negara Demokrasi ditandai dengan dipinggirkannya alquran dan assunnah dalam pengelolaan negara. Kedaulatan (hak membuat hukum) yang dalam Islam diletakkan di tangan Allah swt (alquran dan assunnah) kemudian dialihkan dan diserahkan kepada rakyat (baca: manusia). Dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat (manusia). Inilah kesyirikan akbar yang banyak umat Islam tidak menyadarinya.
Selain itu, di dalam demokrasi juga ada mantra yang sangat membius manusia, yakni menjamin 4 kebebasan pada manusia, yaitu: 1).Kebebasan Beragama (beraqidah) 2).Kebebasan bertingkah laku 3).Kebebasan berpendapat dan 4).Kebebasan kepemilikan.
Kedua, selain demokrasi dalam bidang politik pemerintahan, negara kita juga menerapkan Kapitalisme dalam menjalankan roda perekonomiannya. Jika diibaratkan manusia, Kata Dwi Condro Triono , pakar ekonomi Islam, maka ekonomi kapitalisme secara singkat bisa dijelaskan sebagaimana berikut:
- Tubuhnya = pasar bebas (liberalisme)
- aliran darah = aliran uang kertas
- Jantung = lembaga perbankan
- Pemompa jantung = suku bunga.
Tentu saja Ekonomi Kapitalisme sangat bermasalah dalam pandangan Islam. Karena di dalam sistem ini peran negara diminimalisir bahkan dihapuskan sama sekali dalam pelayanan publik/masyarakat. Negara hanya tampil sebagai regulator dan wasit bagi pelaku bisnis.
Kenapa disebut Kapitalisme? Sebab di dalam ekonomi ini kebebasan kepemilikan (Kapital) menjadi sesuatu yang sangat menonjol. Karena kebebasan inilah maka negara kapitalis dan perusahaan kapitalis dunia bebas melenggang ‘menjajah’ ekonomi ke negeri-negeri lain, yang notabene negeri Muslim. Termasuk menjajah negeri ini.
Berdirinya perusahaan multinasional di negeri ini adalah fakta tak terbantahkan. Para penjajah ini datang hanya dengan membawa kertas-kertas yang sebenarnya tak berharga bernama dolar untuk ditukar dengan tenaga kerja murah kita dan bahan baku berharga milik kita. Kenapa mereka bertindak kejam? Karena mereka mengincar pasar gendhut di negeri ini yang sebanyak 250 juta orang demi meraup sebesar-besarnya keuntungan dengan biaya (cost) serendah-rendahnya. Masih ingat prinsip ekonomi yang diajarkan ke kita waktu sekolah dan kuliah kan? Itulah wajah buruk mereka yang tak banyak kita sadar.
Apakah bahan baku untuk proses produksi perusahaan multinasional di negeri ini 100% berasal dari dalam negeri Indonesia? Tentu saja tidak. Dan jika bahan baku produksi tidak bisa dipasok dari dalam negeri - seperti gelatin untuk pembuatan permen, jelly, dan penganan lainnya - tentu mereka akan mendatangkannya dari negara mereka. Gelatin dari tulang sapi bisa jadi mereka masukkan ke Indonesia. Tetapi siapa yang bisa menjamin gelatin tersebut 100% berasal dari sapi yang dipotong sesuai kaidah syara? Bagaimana kalau gelatin tersebut berasal dari babi yang banyak dipelihara di Barat?
Apakah penguasa negeri ini memiliki keberanian menindak perusahaan Kapitalis yang melanggar kepentingan umat Islam? Silahkan dijawab sendiri.
Ketiga, negara kita menerapkan sekularisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Artinya jangan bawa-bawa agama untuk mengatur kehidupan manusia (ekonomi, politik, pergaulan, luar negeri, pendidikan, dlsb). Agama hanya boleh diposisikan sebagai agama ritual. Agama hanya ditempatkan dipojok privat individu. Oleh karenanya, bisa kita pahami bahwa bukan halal dan haram yang dijadikan asas dalam pemanfaatan dan penggunaan benda, tetapi manfaat-mudharat.
Barang atau benda produk pabrik akan tetap diproduksi perusahaan Kapitalis selama masih dianggap memberi ‘manfaat’ kepada perusahaan walaupun berstatus haram bagi mayoritas konsumennya, terutama umat Islam. Manfaat dalam kacamata Barat adalah minimal masih mendatangkan laba atau profit walau sedikit. Jikapun misalnya dengan mengkonsumsi barang tersebut masyarakat semakin rusak kesehatannya, bahkan rentan terhadap kematian bahkan mengalami kematian, maka sikap yang muncul adalah EGP (emang gue pikirin).
Inilah jahatnya sistem demokrasi, kapitalisme dan sekularisme.
Oleh karena itu, mari kita sebagai Muslim mengambil sikap cerdas. Tingkatkan dosis belajar Islam kita. Supaya kita tidak terkecoh dan terus dibodohi musuh-musuh kita. Aktifkan juga radar kepedulian kita terhadap sesama dan lingkungan. Dan jangan lelah untuk terus menyuarakan dengan lantang perjuangan #syariah dan #khilafah agar #islamrahmatanlilalamin bisa segera diwujudkan.
Jika itu tidak kita lakukan, maka takutlah kita bahwa Allah swt akan mengganti kita dengan umat yang lain. Sebagaimana firman Allah swt berikut: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Maa’idah [5]: 54).
Semoga Allah swt mengampuni kita dan mempercepat datangnya nashrullah sehingga Khilafah Rasyidah ala minhajin nubuwwah bisa segera tegak. Sebab Khilafah sudah terbukti mencipta kemakmuran dan kesejahteraan bagi umat manusia dan memimpin dunia dengan keberkahan dan ridlo Allah swt.
Mari kita ulang kembali sejarah emas Khilafah!
======== 
*Abdurrahman Arraushany merupakan nama pena dari Abdul Rohman, SPt, seorang Pengawas Bibit Ternak (Wasbitnak) Ahli Pertama pada UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar