Resensi Buku
ALPU:
BUKTI INDONESIA SEBENARNYA
MAMPU MENCETAK AYAM KAMPUNG
PEDAGING
UNGGUL KELAS DUNIA
Oleh Abdurrahman Arraushany*
Judul Buku
|
:
|
Ayam Kampung Pedaging Unggul
|
Nama Pengarang
|
:
|
Dr.Ir.M.Aman Yaman, M.Agric.Sc
|
Nama Penerbit
|
:
|
Penebar Swadaya
|
Ketebalan Buku
|
:
|
IV + 132 Halaman
|
Cetakan
|
:
|
I (Edisi Revisi)
|
Tahun Terbit
|
:
|
2013
|
Menyedihkan. Hingga hari ini Indonesia
masih saja mengimpor 100% Grand Parent Stock (GPS) Ayam Pedaging (Broiler) dan Ayam Petelur (Layer)
dari negara lain untuk memproduksi Parent Stock (PS) dan Final Stock (FS) atau Commercial Stock (CS) yang digunakan sebagai sarana
produksi unggas untuk menghasilkan daging dan telur ayam sehingga kebutuhan masyarakat
akan protein hewani asal ternak bagi
lebih dari 250 juta penduduk bisa tercukupi.
Mengapa sejak merdeka hingga sekarang kita masih saja impor bibit GPS dan sebagian bibit PS ayam? Apakah Negara dengan penduduk terbesar ke-4 dunia kekurangan SDM? Apakah para ahli yang diluluskan lebih dari 60 fakultas dan
atau prodi peternakan di dalam negeri dan ahli jebolan berbagai
kampus bergengsi di Luar Negeri tak ada yang mumpuni? Apakah negara
kita memiliki keterbatasan Sumber Daya genetik Hewan (SDGH) ayam asli/lokal Nusantara yang bisa dijadikan
sebagai materi dasar dalam pembentukan Strain Ayam Lokal Pedaging/Petelur Unggul?
METHODE
DAN PRINSIP YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCETAK AYAM LOKAL PEDAGING UNGGUL (ALPU)
Sekitar 14 tahun silam (Tepatnya di Tahun 2007), Dr. Tike Sartika dan
Dr.Ir. Sofjan Iskandar dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor menerbitkan buku keren berjudul “Mengenal
Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya”. Di dalam buku tersebut disampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 40 jenis ayam asli/lokal yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk Indonesia seperti untuk menghasillkan daging, telur, sebagai hewan klangenan, hiburan, hias, suara, pelengkap perayaan tertentu dan budaya tertentu, dan yang lainnya.
Program dan kegiatan yang ditujukan
untuk mengembangkan dan meningkatkan populasi, produksi, reproduksi dan
produktivitas Ayam Asli/Lokal di Indonesia telah, sedang dan akan terus dilakukan baik oleh
peternak unggas mandiri, kelompok/organisasi peternak unggas asli/lokal Indonesia
(seperti HIMPULI), dan juga pemerintah/negara (Seperti Balitnak dan berbagai
kampus Negeri seperti di Universitas Syiah Kuala - Banda Aceh). Namun walaupun begitu, sudah 70 tahun negara kita merdeka, kita belum juga mampu mencetak satu pun Strain Ayam Pedaging dan Petelur Unggul kelas dunia yang
berasal dari pemanfaatan SDGH Ayam Asli/Lokal Indonesia.
Syukurlah ada 'aktivis kampus' dari
Universitas Syiah Kuala – Banda Aceh yang seorang Dosen Fakultas Peternakan yang telah melakukan action dan bersedia membagi ilmu pengetahuan dan
teknologi hasil penelitiannya yang digunakan dalam mencetak Ayam Lokal Pedaging Unggul (ALPU).
Membaca buku
ini, saya jadi terikat potongan kehidupan saya di Tahun 2006 s/d 2009
ketika saya bergabung dengan PT Wonokoyo Jaya Corporindo Devisi Breeding Farm
di Unit Farm Jabung, Unit Hatchery Singosari dan Unit Farm Singosari 1 –
Klampok – Singosari Malang. Secara singkat, apa yang pernah kami
lakukan di perusahaan perunggasaan yang menguasai pangsa pasar Indonesia
Wilayah Timur untuk mencetak FS/CS ayam pedaging Strain Hubbard Classic, Strain Hubbard
Flex dan Strain Cobb ternyata ‘sama persis’ dengan apa yang dibeberkan di buku yang ditulis oleh Pak Dosen, Bapak Dr.Ir.M.Aman Yaman, M.Agric.Sc dalam upaya mencetak ALPU.
ALPU merupakan nama yang dipopulerkan
untuk membedakan antara Ayam Kampung Pedaging Asli/Lokal, Ayam Ras Pedaging
(Broiler) dan ayam-ayam hasil Crossbreeding lainnya yang menggunakan Ayam Kampung sebagai pejantan ataupun sebagai induk yang di masyarakat dikenal dengan istilah Joper (Jowo
Super).
Perbedaan ALPU dengan ayam lainnya adalah terletak apda asal-usul
genetik dan teknologi pemuliabiakan yang diterapkan. ALPU dicetak melalui
proses panjang dari induk dan pejantan yang telah melewati proses seleksi
(selection program), termasuk progeni test (alias test kemampuan pejantan yang menjadi tetuanya yang dilihat dari kemampuan anak-anak yang dihasilkannya) pada setiap fase anak yang
dilahirkan dan memenuhi kriteria sebagai ayam pedaging yang lebih produktif
dibanding Ayam Asli/Lokal lainnya (termasuk dibanding dengan tetuanya).
Prinsip dasar dalam mencetak ALPU adalah
melakukan seleksi terhadap induk dan pejantan Ayam Kampung secara berkelanjutan
dengan kriteria eksterior ayam potong sehingga menghasilkan keturunan dengan
tingkat produksi lebih baik dan karakteristik lebih seragam. Pelaksanaan
program breeding-nya dimulai dengan melakukan seleksi bertahap dengan menggunakan
parameter yang telah teruji berkorelasi positif dengan kriteria ayam pedaging.
Pemilihan parameter eksterior yang menjadi dasar seleksi ALPU juga telah
dipertimbangkan atas dasar tujuan seleksi, nilai heritabilitas (angka
pewarisan) suatu sifat, nilai ekonomis dari peningkatan sifat, korelasi antar
sifat, biaya serta waktu yang dibutuhkan untuk suatu program seleksi.
Adapun sifat-sifat yabg bernilai
ekonomis tinggi yang menjadi tujuan dari program seleksi ternak di antaranya
adalah: fertilitas, daya hidup, bobot tetas, pertambahan bobot badan, bobot badan dewasa, masa dewasa
tubuh, serta masa dewasa kelamin, tipe serta konformasi tubuh dan kualitas
bulu/warna bulu.
Sedangkan prinsip dari methode seleksi ALPU adalah ukuran tubuh ayam pedaging yang sangat ditentukan oleh ukuran tubuh
induk yang bermutu. Methode yang telah dilakukan oleh Pak Aman Yaman terbukti
mampu menghasilkan ayam pedaging yang tumbuh lebih cepat (faster growing
chicken) dibandingkan ayam Asli/Lokal yang seumur. Parameter eksterior yang
digunakan yaitu luas tulang kepala, lebar punggung, panjang badan, kedalaman
tubuh, lingkar paha dan berat karkas.
Umumnya kita mengetahui bahwa potensi
genetik Ayam Kampung di Indonesia keberagamannya sangat tinggi. Di mana hal ini
dipengaruhi oleh keberagaman mutu genetik sang induk yang disebabkan hasil kawin
bebas antar ayam karena dipelihara masyarakat dengan pola ekstensif atau semi
intensif, sehingga pekawinan tidak bisa dikontrol. Selain itu, tampilan performa
Ayam Kampung Asli/Lokal di Indoensia juga sangat ditentukan oleh kecukupan
nutrisi baik jumlah maupun mutu yang dikonsumsi ayam pada setiap fase
kehidupannya. Di mana kebutuhan nutrisi ayam akan zat gizi ini sangat ditentukan oleh
sifat tumbuh dan produksi ayam sehingga ekspresi genetik akan muncul secara optimal.
ALPU atau kandidat ALPU harus memiliki
bagian otot paha dan dada yang sangat respon dengan kondisi nutrisi yang
diberikan. Semakin tinggi nutrisi maka kedua jenis otot pada ALPU ini
diharapkan bisa berkembang optimal.
ALPU yang dicetak Pak Aman Yaman dengan
meggunakan methode tertentu yang dulu 'dirahasiakan' dan kini telah dibagikan kepada
Anda dan pembaca lainnya, telah menghasilkan ayam pedaging unggul dengan
tingkat keseragaman produksi lebih dari 80%. Sedangkan bentuk dan postur tubuh, warna
kaki, bentuk pial, kecepatan tumbuh, keseragaman produktivitas dan bobot badan Ayam ALPU pun berbeda dengan Ayam Kampung pada umumnya.
Menurut Pak Aman, Ayam ALPU dibagi menjadi 2 kategori: ALPU Berat dan ALPU Medium. Perbedaannya terletak pada kecepatan tumbuh dan capaian tingkat
keseragaman produksi dari total populasi ayam yang dipelihara.
Keunggulan ALPU dibanding Ayam Kampung pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Ayam
ALPU bisa dipanen di umur 6-14 minggu (dengan capaian rataan BB 780 gram sd 1.596 gram setiap ekornya). Bandingkan dengan umur yang sama Ayam Kampung
umumnya hanya mencapai 667 gram sd 1.487 gram
2. Ayam
ALPU memiliki keseragaman antara 83-86% dari total populasi (bandingkan dengan Ayam Kampung yang memiliki keseragaman [uniformity] kurang dari 50%)
3. Prosentase
karkas mencapai 78,6% (bandingkan dengan Ayam Kampung yang hanya mencapai
<60%)
4. Harga
daging dan telur ayam ALPU lebih tinggi (harga daging Rp. 45-47 ribu per kg daging dan
telurnya mencapai Rp. 2.000 per butir). Bandingkan dengan Ayam Kampung yang harga dagingnya hanya mencapai Rp. 39-42 ribu
per kg daging dan telurnya hanya dihargai Rp.1.600-1.800 per butir)
5. Prosentase
bagian karkas, terutama bagian dada dan pahanya, lebih dominan
6. Karkas
bagian belakang bagian badan sangat tebal
7. Prosentase
lemak abdomen (perut) sangat rendah
8. Tekstur
karkas kenyal padat dan serat ototnya halus
9. Warna
karkas segar kemerahan
Kelebihan
Buku
Buku ini ditulis oleh seorang dosen Peternakan lulusan Nagoya University - Jepang yang mengambil konsentrasi kajian
Genetika Aplikasi dan Ilmu Nutrisi Ternak. Sehingga isinya berasa sangat bergizi. Ketika ditampilkan dengan bahasa yang populer, hasil
penelitian beliau bersama Tim yang biasanya menggunakan bahasa ‘serius’, berubah menjadi
'kudapan renyah' sehingga mudah dipahami oleh orang awam sekalipun.
Kekurangan
Buku
Buku ini tidak menjelaskan sama sekali
jenis Ayam Kampung yang dijadikan sebagai tetua ayam ALPU. Sehingga informasinya seolah 'terputus'.
Yang kedua, kekurangan buku ini masih
saja fokus terhadap objek berupa ‘ayam lokal’ nya untuk dicetak menjadi ALPU. Padahal, usaha untuk mencetak Ayam Lokal Pedaging atau Petelur Unggul Kelas Dunia membutuhkan lebih dari itu. Ketika kita hanya fokus ke
objek ‘ayam’ nya maka mau tidak mau kita hanya mampu menggunakan pemikiran 'dangkal' dan atau pemikiran 'mendalam.' Tidak sampai kepada pemikiran 'cemerlang.'
Untuk mewujudkan puluhan Strain Ayam Pedaging/Petelur Unggul Kelas Dunia bahkan mewujudkan Indonesia menjadi Pusat Bibit Ayam Dunia tentu membutuhkan pemikiran cemerlang, tak cukup hanya menggunakan pemikiran mendalam apalagi hanya pemikiran dangkal.
Bagaimana mewujudkan pemikiran cemerlang? Tak lain kita menjawab 3 Simpul Pertanyaan Besar (al uqdatul Kubro) yang meliputi 3 pertanyaan mendasar (yakni dari mana 3 makhluk [alam semesta, manusia dan kehidupan] ini berasal, mau apa 3 makhluk ini ada di dunia, dan mau kemana 3 makhluk ini setelah kehidupan dunia). Dan pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan tersebut hanya bisa dijawab oleh aqidah. Dengan aqidah yang jelas, maka upaya mencetak produk unggul seperti mencetak Strain Ayam Pedaging/Petelur Unggul sehingga bisa dimanfaatkan demi
kepentingan manusia di bumi adalah perkara mudah.
Aqidah menjadi dasar dari bangunan mabda
(ideologi) yang diterapkan oleh suatu negara. Jadi jika kita mau mencetak Ayam Unggul
Pedaging/Petelur Kelas Dunia, wajib bagi negara kita menentukan kembali
secara terang-terangan mabda yang akan diterapkan di negeri ini: apakah
menerapkan Mabda Islam dengan Aqidah Islamnya (mengingat 85,2% penduduk
Indonesia beragama Islam), atau Mabda Kapitalisme dengan Aqidah Sekularisme (memisahkan
agama dengan kehidupan) atau justru mengambil Mabda Sosialisme – Komunisme
dengan Aqidah Evolusi dan Dialektika Materialisme. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka sampai kapanpun Indonesia hanya akan menjadi konsumen bagi bibit Ayam GPS, PS bahkan FS dari negara lain. Ngga mau hal ini terus berlangsung, kan?
Nah, di balik kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
buku ini, tentu kita perlu mengapresiasi upaya Pak Dosen yang telah berupaya
untuk menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk bergerak bersama-sama
sehingga ke depan Indonesia mampu mencetak ALPU bukan hanya 1 Strain, namun mampu mencetak lebih dari 34
Strain Ayam Unggul yang mewakili jumlah Provinsi di Indonesia.
Semoga impian
ini segera mewujud menjadi kenyataan. Aamiin.
===========
*Abdurrahman Arraushany merupakan nama
Pena dari Abdul Rohman SPt, seorang Wasbitnak Ahli Pertama di UPT Pembibitan
Ternak dan Kesehatan Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Sebelum menjadi PNS, beliau bergabung di PT Wonokoyo Jaya Corporindo (2006-2010) di Unit Farm Jabung (Jenis Layer Strain Ross), Unit Hatchery Singosari dan Unit Farm Singosari 1 (Jenis Broiler Strain Hubbard Flex dan Cobb)
Jadwal 20 Agustus Sabung S128
BalasHapus