Minggu, 19 Maret 2017

ALPU: BUKTI INDONESIA SEBENARNYA MAMPU MENCETAK AYAM KAMPUNG PEDAGING UNGGUL KELAS DUNIA



Resensi Buku

ALPU: 
BUKTI INDONESIA SEBENARNYA MAMPU MENCETAK AYAM KAMPUNG 
PEDAGING UNGGUL KELAS DUNIA

Oleh Abdurrahman Arraushany*

Judul Buku
:
Ayam Kampung Pedaging Unggul
Nama   Pengarang
:
Dr.Ir.M.Aman Yaman, M.Agric.Sc
Nama Penerbit
:
Penebar Swadaya
Ketebalan Buku
:
IV + 132 Halaman
Cetakan
:
I (Edisi Revisi)
Tahun Terbit
:
2013

Menyedihkan. Hingga hari ini Indonesia masih saja mengimpor 100% Grand Parent Stock (GPS) Ayam Pedaging (Broiler) dan Ayam Petelur (Layer) dari negara lain untuk memproduksi Parent Stock (PS) dan Final Stock (FS) atau Commercial Stock (CS) yang digunakan sebagai sarana produksi unggas untuk menghasilkan daging dan telur ayam sehingga kebutuhan masyarakat akan protein hewani asal ternak bagi lebih dari 250 juta penduduk bisa tercukupi. 

Mengapa sejak merdeka hingga sekarang kita masih saja impor bibit GPS dan sebagian bibit PS ayam? Apakah Negara dengan penduduk terbesar ke-4 dunia kekurangan SDM? Apakah para ahli yang diluluskan lebih dari 60 fakultas dan atau prodi peternakan di dalam negeri dan ahli jebolan berbagai kampus bergengsi di Luar Negeri tak ada yang mumpuni? Apakah negara kita memiliki keterbatasan Sumber Daya genetik Hewan (SDGH) ayam asli/lokal Nusantara yang bisa dijadikan sebagai materi dasar dalam pembentukan Strain Ayam Lokal Pedaging/Petelur Unggul? 

METHODE DAN PRINSIP YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCETAK AYAM LOKAL PEDAGING UNGGUL (ALPU)

Sekitar 14 tahun silam (Tepatnya di Tahun 2007), Dr. Tike Sartika dan Dr.Ir. Sofjan Iskandar dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor menerbitkan buku keren berjudul “Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya”. Di dalam buku tersebut disampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 40 jenis ayam asli/lokal yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk Indonesia seperti untuk menghasillkan daging, telur, sebagai hewan klangenan, hiburan, hias, suara, pelengkap perayaan tertentu dan budaya tertentu, dan yang lainnya.

Program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan populasi, produksi, reproduksi dan produktivitas Ayam Asli/Lokal di Indonesia telah, sedang dan akan terus dilakukan baik oleh peternak unggas mandiri, kelompok/organisasi peternak unggas asli/lokal Indonesia (seperti HIMPULI), dan juga pemerintah/negara (Seperti Balitnak dan berbagai kampus Negeri seperti di Universitas Syiah Kuala - Banda Aceh). Namun walaupun begitu, sudah 70 tahun negara kita merdeka, kita belum juga mampu mencetak satu pun Strain Ayam Pedaging dan Petelur Unggul kelas dunia yang berasal dari pemanfaatan SDGH Ayam Asli/Lokal Indonesia.

Syukurlah ada 'aktivis kampus' dari Universitas Syiah Kuala – Banda Aceh yang seorang Dosen Fakultas Peternakan yang telah melakukan action dan bersedia membagi ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitiannya yang digunakan dalam mencetak Ayam Lokal Pedaging Unggul (ALPU). 

Membaca buku ini, saya jadi terikat potongan kehidupan saya di Tahun 2006 s/d 2009 ketika saya bergabung dengan PT Wonokoyo Jaya Corporindo Devisi Breeding Farm di Unit Farm Jabung, Unit Hatchery Singosari dan Unit Farm Singosari 1 – Klampok – Singosari Malang.  Secara singkat, apa yang pernah kami lakukan di perusahaan perunggasaan yang menguasai pangsa pasar Indonesia Wilayah Timur untuk mencetak FS/CS ayam pedaging Strain Hubbard Classic, Strain Hubbard Flex dan Strain Cobb ternyata ‘sama persis’ dengan apa yang dibeberkan di buku yang ditulis oleh Pak Dosen, Bapak Dr.Ir.M.Aman Yaman, M.Agric.Sc dalam upaya mencetak ALPU. 



ALPU merupakan nama yang dipopulerkan untuk membedakan antara Ayam Kampung Pedaging Asli/Lokal, Ayam Ras Pedaging (Broiler) dan ayam-ayam hasil Crossbreeding lainnya yang menggunakan Ayam Kampung sebagai pejantan ataupun sebagai induk yang di masyarakat dikenal dengan istilah Joper (Jowo Super)

Perbedaan ALPU dengan ayam lainnya adalah terletak apda asal-usul genetik dan teknologi pemuliabiakan yang diterapkan. ALPU dicetak melalui proses panjang dari induk dan pejantan yang telah melewati proses seleksi (selection program), termasuk progeni test (alias test kemampuan pejantan yang menjadi tetuanya yang dilihat dari kemampuan anak-anak yang dihasilkannya) pada setiap fase anak yang dilahirkan dan memenuhi kriteria sebagai ayam pedaging yang lebih produktif dibanding Ayam Asli/Lokal lainnya (termasuk dibanding dengan tetuanya).

Prinsip dasar dalam mencetak ALPU adalah melakukan seleksi terhadap induk dan pejantan Ayam Kampung secara berkelanjutan dengan kriteria eksterior ayam potong sehingga menghasilkan keturunan dengan tingkat produksi lebih baik dan karakteristik lebih seragam. Pelaksanaan program breeding-nya dimulai dengan melakukan seleksi bertahap dengan menggunakan parameter yang telah teruji berkorelasi positif dengan kriteria ayam pedaging.  Pemilihan parameter eksterior yang menjadi dasar seleksi ALPU juga telah dipertimbangkan atas dasar tujuan seleksi, nilai heritabilitas (angka pewarisan) suatu sifat, nilai ekonomis dari peningkatan sifat, korelasi antar sifat, biaya serta waktu yang dibutuhkan untuk suatu program seleksi.

Adapun sifat-sifat yabg bernilai ekonomis tinggi yang menjadi tujuan dari program seleksi ternak di antaranya adalah: fertilitas, daya hidup, bobot tetas, pertambahan bobot badan, bobot badan dewasa, masa dewasa tubuh, serta masa dewasa kelamin, tipe serta konformasi tubuh dan kualitas bulu/warna bulu.

Sedangkan prinsip dari methode seleksi ALPU adalah ukuran tubuh ayam pedaging yang sangat ditentukan oleh ukuran tubuh induk yang bermutu. Methode yang telah dilakukan oleh Pak Aman Yaman terbukti mampu menghasilkan ayam pedaging yang tumbuh lebih cepat (faster growing chicken) dibandingkan ayam Asli/Lokal yang seumur. Parameter eksterior yang digunakan yaitu luas tulang kepala, lebar punggung, panjang badan, kedalaman tubuh, lingkar paha dan berat karkas.

Umumnya kita mengetahui bahwa potensi genetik Ayam Kampung di Indonesia keberagamannya sangat tinggi. Di mana hal ini dipengaruhi oleh keberagaman mutu genetik sang induk yang disebabkan hasil kawin bebas antar ayam karena dipelihara masyarakat dengan pola ekstensif atau semi intensif, sehingga pekawinan tidak bisa dikontrol. Selain itu, tampilan performa Ayam Kampung Asli/Lokal di Indoensia juga sangat ditentukan oleh kecukupan nutrisi baik jumlah maupun mutu yang dikonsumsi ayam pada setiap fase kehidupannya. Di mana kebutuhan nutrisi ayam akan zat gizi ini sangat ditentukan oleh sifat tumbuh dan produksi ayam sehingga ekspresi genetik akan muncul secara optimal.

ALPU atau kandidat ALPU harus memiliki bagian otot paha dan dada yang sangat respon dengan kondisi nutrisi yang diberikan. Semakin tinggi nutrisi maka kedua jenis otot pada ALPU ini diharapkan bisa berkembang optimal.

ALPU yang dicetak Pak Aman Yaman dengan meggunakan methode tertentu yang dulu 'dirahasiakan' dan kini telah dibagikan kepada Anda dan pembaca lainnya, telah menghasilkan ayam pedaging unggul dengan tingkat keseragaman produksi lebih dari 80%. Sedangkan bentuk dan postur tubuh, warna kaki, bentuk pial, kecepatan tumbuh, keseragaman produktivitas dan bobot badan Ayam ALPU pun berbeda dengan Ayam Kampung pada umumnya.

Menurut Pak Aman, Ayam ALPU dibagi menjadi 2 kategori: ALPU Berat dan ALPU Medium. Perbedaannya terletak pada kecepatan tumbuh dan capaian tingkat keseragaman produksi dari total populasi ayam yang dipelihara.  

Keunggulan ALPU dibanding Ayam Kampung pada umumnya adalah sebagai berikut:
1.      Ayam ALPU bisa dipanen di umur 6-14 minggu (dengan capaian rataan BB 780 gram sd 1.596 gram setiap ekornya). Bandingkan dengan umur yang sama Ayam Kampung umumnya hanya mencapai 667 gram sd 1.487 gram 
2.      Ayam ALPU memiliki keseragaman antara 83-86% dari total populasi (bandingkan dengan Ayam Kampung yang memiliki keseragaman [uniformity]  kurang dari 50%)
3.      Prosentase karkas mencapai 78,6% (bandingkan dengan Ayam Kampung yang hanya mencapai <60%)
4.      Harga daging dan telur ayam ALPU lebih tinggi (harga daging Rp. 45-47 ribu per kg daging dan telurnya mencapai Rp. 2.000 per butir). Bandingkan dengan Ayam Kampung yang harga dagingnya hanya mencapai Rp. 39-42 ribu per kg daging dan telurnya hanya dihargai Rp.1.600-1.800 per butir)
5.      Prosentase bagian karkas, terutama bagian dada dan pahanya, lebih dominan
6.      Karkas bagian belakang bagian badan sangat tebal
7.      Prosentase lemak abdomen (perut) sangat rendah
8.      Tekstur karkas kenyal padat dan serat ototnya halus
9.      Warna karkas segar kemerahan

Kelebihan Buku

Buku ini ditulis oleh seorang dosen Peternakan lulusan Nagoya University - Jepang yang mengambil konsentrasi kajian Genetika Aplikasi dan Ilmu Nutrisi Ternak. Sehingga isinya berasa sangat bergizi. Ketika ditampilkan dengan bahasa yang populer, hasil penelitian beliau bersama Tim yang biasanya menggunakan bahasa ‘serius’, berubah menjadi 'kudapan renyah' sehingga mudah dipahami oleh orang awam sekalipun.

Kekurangan Buku

Buku ini tidak menjelaskan sama sekali jenis Ayam Kampung yang dijadikan sebagai tetua ayam ALPU. Sehingga informasinya seolah 'terputus'. 

Yang kedua, kekurangan buku ini masih saja fokus terhadap objek berupa ‘ayam lokal’ nya untuk dicetak menjadi ALPU.  Padahal, usaha untuk mencetak Ayam Lokal Pedaging atau Petelur Unggul Kelas Dunia membutuhkan lebih dari itu. Ketika kita hanya fokus ke objek ‘ayam’ nya maka mau tidak mau kita hanya mampu menggunakan pemikiran 'dangkal' dan atau pemikiran 'mendalam.' Tidak sampai kepada pemikiran 'cemerlang.' 

Untuk mewujudkan puluhan Strain Ayam Pedaging/Petelur Unggul Kelas Dunia bahkan mewujudkan Indonesia menjadi Pusat Bibit Ayam Dunia tentu membutuhkan pemikiran cemerlang, tak cukup hanya menggunakan pemikiran mendalam apalagi hanya pemikiran dangkal. 

Bagaimana mewujudkan pemikiran cemerlang? Tak lain kita menjawab 3 Simpul Pertanyaan Besar (al uqdatul Kubro) yang meliputi 3 pertanyaan mendasar (yakni dari mana 3 makhluk [alam semesta, manusia dan kehidupan] ini berasal, mau apa 3 makhluk ini ada di dunia, dan mau kemana 3 makhluk ini setelah kehidupan dunia). Dan pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan tersebut hanya bisa dijawab oleh aqidah.  Dengan aqidah yang jelas, maka  upaya mencetak produk unggul seperti mencetak Strain Ayam Pedaging/Petelur Unggul sehingga bisa dimanfaatkan demi kepentingan manusia di bumi adalah perkara mudah.

Aqidah menjadi dasar dari bangunan mabda (ideologi) yang diterapkan oleh suatu negara. Jadi jika kita mau mencetak Ayam Unggul Pedaging/Petelur Kelas Dunia, wajib bagi negara kita menentukan kembali secara terang-terangan mabda yang akan diterapkan di negeri ini: apakah menerapkan Mabda Islam dengan Aqidah Islamnya (mengingat 85,2% penduduk Indonesia beragama Islam), atau Mabda Kapitalisme dengan Aqidah Sekularisme (memisahkan agama dengan kehidupan) atau justru mengambil Mabda Sosialisme – Komunisme dengan Aqidah Evolusi dan Dialektika Materialisme. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka sampai kapanpun Indonesia hanya akan menjadi konsumen bagi bibit Ayam GPS, PS bahkan FS dari negara lain. Ngga mau hal ini terus berlangsung, kan?

Nah, di balik kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki buku ini, tentu kita perlu mengapresiasi upaya Pak Dosen yang telah berupaya untuk menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk bergerak bersama-sama sehingga ke depan Indonesia mampu mencetak ALPU bukan hanya 1 Strain, namun mampu mencetak lebih dari 34 Strain Ayam Unggul yang mewakili jumlah Provinsi di Indonesia. 

Semoga impian ini segera mewujud menjadi kenyataan.  Aamiin.

===========
*Abdurrahman Arraushany merupakan nama Pena dari Abdul Rohman SPt, seorang Wasbitnak Ahli Pertama di UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Sebelum menjadi PNS, beliau bergabung di PT Wonokoyo Jaya Corporindo (2006-2010) di Unit Farm Jabung (Jenis Layer Strain Ross), Unit Hatchery Singosari dan Unit Farm Singosari 1 (Jenis Broiler Strain Hubbard Flex dan Cobb)


1 komentar: